REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG – Di era globalisasi saat ini, keterbukaan informasi publik yang ada di lingkungan pemerintahan daerah di Provinsi Lampung masih sangat rendah. Komisi Informasi Publik (KI) Lampung menyatakan, kesadaran tingkat keterbukaan informasi publik masing-masing daerah masih tergolong lemah.
Menurut Ketua KI Lampung Dery Hendryan, tingkat keterbukaan informasi publik di lingkungan pemda se-Lampung masih berkisar 40 persen. Artinya, kesadaran pimpinan dan aparat pemda yang melayani kebutuhan informasi dari masyarakat masih tergolong sangat rendah.
“Untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik di lingkungan pemerintahan masih perlu dorongan dari para pimpinan di daerah,” kata Dery Hendryan seusai sosialisasi keterbukaan informasi publik dan pengelolaan Pejabat Pengelola Informasi dan Daerah (PPID) di Pemkot Bandar Lampung, Kamis (28/11).
Sosialisasi keterbukaan informasi publik tersebut kerja sama KI dan Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandar Lampung. Sebagai ibu kota Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung menjadi etalase provinsi dalam menampilkan keterbukaan informasi publik.
Beberapa pemerintah daerah baik di kabupaten/kota di Lampung, KI menyatakan sudah memiliki kesadaran soal itu. Namun saja, tingkat kesadarannya masih tergolong rendah, sehingga kebutuhan informasi dari masyarakat masih terganggu, karena sering tidak konsisten.
Menurut Dery, dari sejumlah pemda di Lampung, masih terdapat beberapa pemda yang belum respon dengan keterbukaan informasi publik. Untuk itu, ia berharap pimpinan daerah untuk mendorong jajarannya memperhatikan soal keterbukaan informasi publik tersebut.
Ia mengatakan, tidak sulit untuk menjalankan amanat undang undang terkait informasi publik tersebut. Banyak cara dan media untuk melakukannya, diantaranya dengan media digital, media massa, informasi langsung kepada publik, termasuk pemasangan media luar ruang.
Rahmat (45 tahun), seorang peneliti di Jakarta menyatakan, kesulitan mendapatkan informasi publik di lingkungan dinas-dinas dan badan di lingkungan Pemprov Lampung. Dalam melakukan risetnya di Lampung beberapa waktu lalu, selain kesulitan menemui responden di kalangan birokrat, juga sangat sulit mendapatkan data sekunder yang memang hak publik.
“Kalau di Jakarta, keterbukaan informasi publik sudah berjalan, siapa saja bisa mengakses, meminta, dan mengetahui data publik yang diinginkan. Tapi, kalau di Lampung saya lihat sangat sulit sekali,” kata Rahmat yang melakukan riset perkebunan tanaman keras di daerah Lampung.
Menurut dia, banyak kalangan pejabat termasuk aparaturnya masih sangat sensitif bila dimintakan data sekunder yang telah disetujui. Padahal, data yang ada di pemerintahan publik bisa mengaksesnya lewat berbagai cara.
“Seharusnya pejabat dan pegawainya tidak perlu lagi ada rasa kekhawatiran, bila memberikan data yang ada kepada publik yang benar-benar membutuhkan. Ini perlu direformasi,” ujarnya.