REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, mengharapkan masyarakat dan seluruh elemen bangsa dapat merangkul para mantan napi teroris (napiter) dan keluarganya agar tidak kembali terpapar radikalisme dan menjadi teroris.
Untuk itu, kata dia, semua harus ikut berperan. Bukan hanya dari BNPT, melainkan semua masyarakat bersama instansi pemerintahan harus dapat kembali merangkul mantan teroris itu termasuk juga dengan keluarganya.
“Hal ini agar mereka (mantan napiter) ini dapat kembali ke jalan yang benar dan tidak terpapar lagi paham radikalisme," katanya dalam rapat koordinasi Kelompok Kerja Pendamping Sasaran Deradikalisasi untuk Wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tengah (Sulteng), Kalimantan Timur (Kaltim), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Maluku di Makassar, demikian keterangan tertulis yang diterima Antara, Rabu (27/11).
Dia mengatakan dalam rakor yang digelar Selasa malam tersebut, memarjinalkan napiter dan para keluarganya justru akan semakin membuat mereka masuk ke dalam lingkaran kekerasan dan dapat kembali menjadi teroris.
Sebab napiter dan keluarganya rentan terpapar kembali paham radikal-terorisme. Untuk itu, penanganan radikalisme dan terorisme harus dilakukan semua lini, dari hulu hingga hilir.
"Karena kekerasan yang ditindak dengan kekerasan tentunya akan menimbulkan kebencian. Yang kita gunakan adalah pendekatan kemanusiaan. Mereka itu hanyalah orang yang salah jalan,” kata dia.
Dia memberikan contoh kasus Juhanda dari Kalimantan Timur, karena ditolak keluarganya dia menjadi putus asa sehingga kembali lagi ke aksi terorisme. “Saya bicara di forum-forum luar negeri, terorisme itu bukan persoalan agama. Jadi jangan stigmakan agama. Ini yang harus kita rawat karena Islam adalah rahmatan lil alamin," ujarnya.
Dia juga berharap agar pendidikan Pancasila dan wawasan kebangsaan harus ditingkatkan lagi di sektor pendidikan formal di Indonesia agar generasi-generasi baru dapat menangkal paham radikalisme sejak dini.