Kamis 28 Nov 2019 05:05 WIB

Mengapa PBNU Ingin Presiden Kembali Dipilih oleh MPR?

Kiai-kiai NU menilai presiden dipilih langsung oleh rakyat lebih banyak mudharatnya.

Ketua MPR Bambang Soesatyo (keempat kanan) bersama Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah (ketiga kiri), Hidayat Nur Wahid (kiri) dan Jazilul Fawaid (kedua kiri) berbincang dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj (ketiga kanan) serta jajaran pengurus PBNU saat berkunjung ke Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak
Ketua MPR Bambang Soesatyo (keempat kanan) bersama Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah (ketiga kiri), Hidayat Nur Wahid (kiri) dan Jazilul Fawaid (kedua kiri) berbincang dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj (ketiga kanan) serta jajaran pengurus PBNU saat berkunjung ke Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Bambang Soesatyo mengungkapkan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendorong MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. Salah satu implementasinya adalah presiden kembali dipilih oleh MPR.

"Tadi disampaikan para kiai yang hadir, pengurus PBNU, menyayangkan MPR mereduksi diri menjadi lembaga negara," kata Bamsoet, panggilan Bambang, saat silaturahim kebangsaan MPR ke Kantor PBNU Jakarta, Rabu (27/11).

Baca Juga

Pernyataan Bamsoet itu direspons dengan anggukan kepala Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj yang berdiri di sebelahnya."Ya, ya...," gumam ketua umum PBNU itu.

Bamsoet mengatakan, PBNU ingin ketatanegaraan menjadi lebih rapi. Karena PBNU menilai, selama ini tidak ada lembaga tertinggi sehingga terjadi kerancuan dalam ketatanegaraan Indonesia.

Presiden, dalam ketatanegaraan Indonesia pada masa Orde Baru berkuasa, merupakan mandataris MPR yang posisinya adalah lembaga tertinggi negara. Presiden bertanggung jawab kepada MPR dan menjalankan GBHN. Adapun saat itu, masa jabatan presiden tidak dibatasi hingga berapa kali, kecuali dikatakan "dapat dipilih kembali".

photo
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kiri) berbincang dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, saat berkunjung ke Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Reformasi pada Mei 1998 yang dipicu banyak hal, di antaranya kenaikan harga barang-barang keperluan masyarakat di tataran bawah, menghentikan tradisi pemilihan presiden oleh MPR. Sehingga presiden-wakil presiden, dan lain sebagainya dipilih langsung oleh rakyat.

"Kami pada hari ini juga mendapatkan masukan dari hasil Musyawarah Nasional (Munas) PBNU sendiri pada September 2012 di Pondok Pesantren Kempek Cirebon," kata dia.

Pada intinya, PBNU merasa pemilihan presiden dan wakil presiden lebih tinggi kemaslahatannya dikembalikan ke MPR ketimbang langsung karena lebih banyak mudharatnya. "Itu berdasarkan hasil Munas di Pondok Pesantren Kempek di Cirebon tahun 2012," kata Bamsoet.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menjelaskan aspirasi kiai NU soal pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung yang dimaksud Bamsoet. Jika menimbang dan melihat mudharat dan manfaat pilpres langsung, kata Said Aqil, jelas terlihat itu berbiaya tinggi.

"Terutama biaya sosial ada konflik yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam," ujar Said.

Said Aqil mencontohkan seperti kejadian sewaktu Pemilu Serentak 2019 lalu. "Keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat mengkhawatirkan. Apakah setiap lima tahun harus seperti itu," ujar Said Aqil.

Said mengatakan, para kiai dan ulama saat Munas di Pondok Pesantren Kempek Cirebon pada 2012, berpikir mengusulkan pilpres kembali kepada MPR RI demi kuatnya solidaritas persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Namun,  Said Aqil menegaskan, bahwa itu hanya suara kiai dan para alim ulama dan bukan suara Pengurus Tanfiziah (Dewan Pelaksana) PBNU.

"Itu suara kiai-kiai, bukan tanfiziah. Kalau tanfiziah, namanya konferensi besar (Konbes) di bawah Muktamar. Di NU begitu," kata Said Aqil.

Said Aqil mengatakan, hasil Munas di masa pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono itu diikuti para ulama besar NU. Salah satu yang hadir adalah Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sejak 1999 hingga 2014, KH Sahal Mahfudz, ikut acara sebelum wafat pada 25 Januari 2014.

Janji Bamsoet

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet pernah menyampaikan bahwa, pilpres tidak akan dibahas dalam rencana amendemen terbatas UUD Negara Republik Indonesia 1945. Hal itu sebagaimana direkomendasikan oleh MPR RI periode 2014-2019.

"Saya tegaskan, amandemen terbatas UUD RI 1945 tidak membahas pemilihan presiden. Pemilihan presiden tetap dilaksanakan secara langsung. Tidak dikembalikan ke MPR RI. Tidak ada pertanggungjawaban presiden ke MPR. Cukup Ibu Megawati Soekarnoputri yang menjadi mandataris MPR RI terakhir tahun 2002," tegas Bamsoet lewat keterangannya di Jakarta, Rabu (16/10).

Bamsoet memastikan amandemen terbatas UUD 1945 tidak akan menjadi bola liar. Ia pun memastikan, masa jabatan presiden tetap lima tahun dan maksimal dua periode.

"Amandemen terbatas UUD NRI 1945 hanya akan membahas masalah ekonomi dan pembangunan. Kita tidak akan membiarkan menjadi bola liar. Sekali lagi saya tegaskan tidak ada amandemen terkait pemilihan presiden secara langsung," tukas Bamsoet.

photo
14 Capres 2024 Menurut Survei LSI

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement