Rabu 27 Nov 2019 15:42 WIB

Lima Tahun Mangkrak, DPR Tanya Kasus RJ Lino ke KPK

DPR menanyakan apakah bukti penetapan tersangka RJ Lino kurang.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif saat akan rapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif saat akan rapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapati pertanyaan terkait penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) saat menggelar rapat dengan Komisi III DPR RI pada Rabu (27/11). Salah satu kasus yang disoroti adalah kasus dugaan korupsi RJ Lino.

Dengan adanya UU KPK yang baru, SP3 bisa diterbitkan untuk kasus yang dua tahun tak tembus ke persidangan. Anggota Komisi III DPR RI Benny Kabur Harman menyoroti kasus RJ Lino lantaran sudah hampir lima tahun kasus itu mengendap di KPK. Benny pun mempertanyakan bukti KPK dalam penetapan RJ Lino sebagai tersangka.

Baca Juga

"Jangan sekali-kali KPK menetapkan seseorang menjadi tersangka , bila buktinya belum lengkap betul. mengapa? alasannya, kuasa untuk terbitkan SP3 itu jadi itu arah masuknya dulu," kata Benny.

Kasus yang mengendap itu, dinilai Benny menjadi pertanyaaan bagi publik. Ia pun mempertanyakan bagaimana sebuah kasus hingga bertahun - tahun tak kunjung jelas dan dinilainya memengaruhi kepercayaan publik.

"Mengapa kini tidak dilanjutkan kasusnya hingga lima tahun ini apakah itu alasannya? kan bukan pak, kan ini, tolong pak, jelaskan apa adanya," ucap Benny.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif pun memastikan, penetapan RJ Lino sebagai tersangka yang terjadi di periode kepemimpinan KPK sebelum dirinya mendapat sudah berdasarkan dua alat bukti. Namun, ketika akan masuk pengadilan kasus tersebut terganjal penghitungan kerugian.

"Saya katakan sudah ada (bukti). Tetapi ketika Jaksa mau masuk ke pengadilan dia harus menghitung secara pasti berapa yang paling eksak (pasti) kerugian negaranya," kata Laode.

Saat penetapan tersangka, penghitungan kerugian negara secara investigatif telah dilakukan penyidik KPK. Namun, tugas penghitungan kerugian negara secara pasti harus dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dengan syarat sudah ada perbuatan melawan hukum

Laode menyebut, KPK telah menanti penghitungan itu. "Tapi BPKP lama-lama hampir satu tahun lebih, dua tahun, nggak mau hitung. Saya kurang tahu apa yang terjadi," kata Laode.

Akhirnya, lanjut Laode, KPK memutuskan untuk meminya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) unyuk melakukan perhitungan. Bertahun-tahun, perhitungan itu pun tak kunjung selesai. Sehingga, Kejaksaan masih belum meneruskan ke persidangan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement