REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Penasihat Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), Suparman menanggapi pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim soal penyederhanaan birokrasi. Suparman mengapresiasi pandangan Nadiem soal hal tersebut.
"Mendengar soal itu, bagi saya dan sejumlah komunitas kemerdekaan belajar rasanya seperti mendapat hembusan angin segar," kata Suparman, Selasa (26/11).
Guru senior pendidikan sejarah SMA Negeri 2 Jakarta ini mengatakan, selama lebih dari 36 tahun ia menjadi pengajar, birokrasi betul-betul menghambat kemajuan dirinya. Birokratisasi profesi guru di zaman orde baru telah menghasilkan mayoritas guru bermental pegawai.
Orientasi jabatan sangat kental melekat dalam diri para guru. Jabatan guru utama sebagaimana layaknya guru besar di perguruan tinggi tidak lagi dilihat sebagai tujuan puncak karir yang harus diraih seorang guru melainkan lebih pada jabatan kepala sekolah atau jabatan-jabatan birokrasi lainnya.
"Semangat profesionalismenya luntur seiring terjadinya disorientasi jabatan ini," kata Suparman menambahkan.
Birokratisasi, lanjut dia, juga menciptakan hubungan kerja 'atasan-bawahan'. Hal ini, lambat laun menghilangkan kesejatian profesi guru yang seharusnya merdeka untuk menentukan berbagai aktivitas profesinya tanpa harus terbelenggu oleh juklak dan juknis (petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis).
Guru berkembang menjadi tidak kreatif, kaku, dan hanya berfungsi sebagai operator atau tukang. Suparman juga menilai, guru kebanyakan takut dalam melakukan berbagai pembaruan.
Guru yang berani mengkritik apalagi memprotes tindakan atasan yang tidak benar dengan mudah diperlakukan sewenang-wenang seperti diintimidasi, dimutasi, atau diturunkan pangkatnya. Kasus mutasi dan pemecatan beberapa guru di awal tahun 200an menjadi catatan pahit akibat birokratisasi guru.
Suparman menilai, ini masalah besar yang dapat menghambat kemajuan pendidikan. "Tetapi janganlah cepat-cepat menyalahkan guru. Saya yakin Anda (Mendikbud) pun tidak akan bersikap seperti itu. Guru hanyalah korban dari sistem birokrasi yang tidak mencerdaskan itu. Tidak memerdekakan," kata dia.
Hal senada diungkapkan guru SMA Negeri 8 Yogyakarta, Sri Nurmeilani. Ia berharap, ke depannya guru tidak harus dibebani oleh beban administrasi. Sebab, hal itu mengganggu proses pembelajaran yang dilakukan di kelsa.
Selain itu, ke depannya ia juga berharap pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas. Sebab, sumber belajar bisa didapatkan di semua tempat. Peserta didik hanya butuh bimbingan dan pengawasan terkait sumber-sumber belajar lain tersebut.