REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meragukan survei yang dilakukan Indonesia Political Opinion (IPO). Survei IPO sejak 30 Oktober hingga 2 November 2019 bertujuan melihat respons publik atas susunan Kabinet Indonesia Maju.
Survei tersebut melibatkan 800 responden untuk mendapatkan pertanyaan soal kecocokan antara tokoh dengan kursi menteri yang didudukinya. Hasil yang diperoleh dari survei yang dilakukan oleh IPO sejak 30 Oktober hingga 2 November 2019 menunjukkan Tito Karnavian menduduki posisi tiga terbawah sebagai orang yang dianggap kurang pas menduduki posisi Mendagri.
"Jadi survei sangat dangkal, responden belum tentu representasi dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pak Jokowi memilih seseorang pasti melalui penelitian yang mendalam dan menempatkan sesuai kebutuhan, tantangan lingkungan, dan tujuan ke depan," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar dalam siaran pers, Ahad (24/11).
Bahtiar berdalih bahwa Tito Karnavian ialah mantan Kapolri yang sudah terbiasa mengelola Kamtibmas dalam negeri dan pernah menjadi Kapolda yang berinteraksi dengan Pemerintah Daerah. Tito juga dianggap ilmuwan bergelar profesor dan Ph.D yang memiliki pemahaman konseptual tentang apa, dan bagaimana mengelola negara.
"Wawasan Pak Tito adalah wawasan internasional dan sekaligus memahami secara spesifik budaya lokal, memahami sistem politik pemerintahan dan memahami sistem pemerintahan daerah hingga hal-hal detil di lapangan, termasuk cara mengatasinya," kata Bahtiar.
Ia memandang terpilihnya Tito sebagai Mendagri menjadi peluang bagi Kemendagri untuk melakukan perubahan. Di antaranya reformasi tata kelola penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri, mengubah perilaku birokrasi pemerintahan dalam negeri, menata sistem politik dalam negeri yang kompatibel dengan akar budaya bangsa.
Bahtiar mengklaim salah satu kesuksesan awal Tito ialah membangun sinergi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Rakornas di SICC (13/11). "Semua pihak memuji suksesnya acara tersebut, dan dampaknya pada perubahan hubungan-hubungan dan tata kelola pemerintahan pusat dan daerah," klaim Bahtiar.