REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung ikut bersuara terkait isu yang menyebut calon menteri harus menyetor uang sebesar Rp 500 miliar ke partai politik.
Menurutnya, jika isu tersebut benar, maka akan mudah dilacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Kalau ada gampang dilacak oleh PPATK. Sekarang ini uang di atas Rp 100 juta saja sudah sangat gampang dilacak baik oleh PPATK, oleh KPK, oleh kejaksaan, oleh kepolisian,” ujar Pramono di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (25/11).
Menurutnya, uang sebesar Rp 500 miliar bukanlah duit kecil. Sedangkan gaji seorang menteri tak mencapai Rp 100 juta. Karena itu, Pramono menilai isu tersebut tak masuk akal.
"Enggak mungkin. Dan untuk apa kasih uang Rp500 miliar hanya sekedar jadi menteri. Kan ini secara logika juga tidak masuk akal. Menteri gajinya ga sampai Rp100 juta. Bagaimana bisa uang dengan sejumlah itu dikeluarkan,” ucapnya.
Ia menegaskan, proses rekruitmen para calon menteri dilakukan secara teliti dan hati-hati oleh Presiden Jokowi. Selain itu, kata dia, penunjukan calon menteri pun dilakukan langsung oleh Jokowi.
Pramono juga mengatakan, usulan para calon menteri yang disampaikan oleh partai pun dipertimbangkan dengan baik oleh Presiden. Bahkan, kata dia, sejumlah nama besar yang cukup baik dan kredibel yang diajukan pun juga ada yang tak disetujui oleh Presiden.
“Representasi partai pun tidak semua yang diusulkan partai itu disetujui oleh Presiden. Bahkan beberapa nama-nama yang cukup baik dan kredibel, dan juga nama besar, Presiden ada yang tidak setuju,” kata dia.
Seperti diketahui, Ketua Umum PPP Kubu Muktamar Jakarta Humphrey Djemat menyebut adanya calon menteri yang hampir jadi pilihan Presiden Jokowi harus membayar Rp 500 miliar ke partai politik. Pembayaran tersebut agar parpol mau mendorong calon menteri itu. Kendati demikian, ia enggan menyebut secara detil siapa calon menteri tersebut dan partai mana yang mematok setoran yang fantastis itu.