REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru-guru honorer merasa Hari Guru Nasional ke-74 tahun ini seolah tak ada yang berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Ketidakpastian masih membayangi mereka. Harapan melalui rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) hingga kini juga tak jelas ujungnya.
“Kami belum bisa tersenyum karena status kami belum jelas, apakah diangkat menjadi PNS atau lainnya,” ujar Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) DKI Jakarta, Nurbaiti, Ahad (24/11).
Dia mengatakan, guru honorer yang telah mengabdi sekian lama menjadi guru tentu ingin diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Mereka ingin pengabdiannya selama ini dihargai. Nurbaiti berharap, pemerintah dapat mengakui pengabdian yang telah diberikan oleh para guru honorer tersebut. “Besar harapan kami Bapak Presiden dan pemerintah mengabulkan keinginan kami untuk menjadi PNS,” ujar dia.
Pada perekrutan CPNS 2019, lanjut dia, guru honorer harus bersaing dengan calon guru muda dan banyak guru honorer yang tidak bisa ikut karena kendala usia. Jumlah guru honorer di Tanah Air kurang lebih sebanyak 250 ribu guru.
“Memang, solusi pemerintah melalui perekrutan PPPK. Namun, hingga saat ini, tahap satu yang direkrut pada Februari 2019 belum jelas nasibnya. Ada yang dinyatakan lulus, tapi belum diterbitkan Nomor Induk Pegawai (NIP) karena Perpres yang mengatur PPPK belum ditandatangani Presiden,” kata dia.
Nurbaiti menambahkan, tak masalah jika guru honorer diangkat menjadi PPPK, tapi harus berkeadilan dan jelas statusnya. Hal itu dikarenakan saat ini status PPPK belum jelas karena antarpemerintah saling lempar. “(Pemerintah) daerah mengatakan, (pemerintah) pusat, pusat mengatakan daerah,” ujar dia.
Anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa’aduddin Djamal menambahkan, guru-guru harus dipastikan keamanan ekonominya. Artinya, kata dia, seorang guru haruslah mendapatkan tingkat ekonomi yang memadai, khususnya di daerah terluar, terpencil, dan termiskin.
Guru, lanjut dia, juga harus mendapatkan kemudahan akses, terutama di daerah yang akses informasi dan teknologinya belum terjangkau. “Setiap guru dilindungi kebebasan dalam mengutarakan pendapat dalam rangka perbaikan mutu pendidikan, dalam hal karya tulis ataupun kebebasan berpikir,” kata Illiza. n antara/inas widyanuratikah ed: mas alamil huda