Ahad 24 Nov 2019 08:12 WIB

Perpanjangan Jabatan Presiden Berbahaya

Nanti kalau diubah, itu seperti membuka kotak pandora

Perpanjangan masa jabatan presiden. Anggota DPR Fadli Zon (ilustrasi).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Perpanjangan masa jabatan presiden. Anggota DPR Fadli Zon (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI, Fadli Zon, menilai usulan perpanjangan masa jabatan presiden dalam amendemen terbatas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan wacana yang berbahaya.

"Itu wacana yang berbahaya bagi demokrasi kita. Harus dihentikan karena itu akan memicu kontroversi dan kegaduhan," kata Fadli Zon saat ditemui, Sabtu (23/11).

Baca Juga

Batas maksimum kepemimpinan dua periode dan setiap masa jabatan selama lima tahun, menurut dia, merupakan bagian dari konvensi bangsa Indonesia. "Itu sudah tertuang dalam konstitusi. Nanti kalau diubah, itu seperti membuka kotak pandora," kata Fadli Zon.

Fadli Zon mengatakan, kotak pandora tersebut berupa persoalan berantai yang akan muncul ketika wacana itu diakomodasi dalam amendemen terbatas UUD NRI Tahun 1945. "Orang mau mengubah apa nantinya bisa. Nanti malah ada mempertanyakan dasar negara dan lain-lain yang membahayakan negara, kan bisa saja orang minta semacam itu," kata dia.

Sebaiknya, menurut Fadli Zon, siapa pun mesti menyudahi hal-hal yang bisa menimbulkan kegaduhan dan jangan memicu isu-isu yang membuat bangsa kacau.

Hal senada turut dilontarkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menyebut bahwa masa jabatan presiden paling ideal adalah dua periode.

Partai yang dikomandoi oleh Megawati Soekarnoputri itu menolak usulan atau wacana revisi masa jabatan presiden dan wakil presiden. "Ya, kami tidak sependapat karena semangat reformasi telah membatasi jabatan presiden sebanyak dua periode paling lama," kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto di sela peresmian DPC partai di Purwakarta, Sabtu (23/11).

Hasto mengungkapkan, aturan masa jabatan kepala negara yang berlaku saat ini masih ideal. Menurut dia, untuk saat ini, negara tidak perlu mengubah aturan yang ada.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dinilai memanfaatkan momentum wacana amendemen terhadap UUD 1945 yang sedang bergulir. PSI mengusulkan agar masa jabatan presiden yang tadinya lima tahun dan dua periode menjadi tujuh tahun dan hanya satu periode.

Partai yang gagal melampaui ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 lalu itu berpendapat, dengan masa jabatan yang hanya satu periode membuat presiden terlepas dari tekanan politik jangka pendek. Presiden juga diharapkan dapat lebih berfokus untuk melahirkan kebijakan terbaik serta terbebas dari pragmatisme.

"Jika hanya satu periode, setiap presiden akan bekerja semaksimal mungkin, fokus bekerja buat rakyat dan tak memikirkan pemilu berikutnya," kata Ketua DPP PSI Tsamara Amany dalam keterangan tertulisnya.

Hasto mengatakan, amendemen UUD 1945 yang diwacanakan PDIP hanya sebatas Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Partai berlogo banteng moncong putih itu menegaskan, sikap PDIP soal amendemen terbatas hanya terkait haluan negara.

PDIP, Hasto mengatakan, berpendapat bahwa negara dan bangsa memerlukan arahan untuk menuju terhadap visi tertentu, semisal masyarakat adil dan makmur. Dia melanjutkan, amendemen terbatas diadakan untuk menempatkan haluan negara sebagai pedoman bagi seluruh arah dan perjalanan bangsa 25, 50, hingga 100 tahun ke depan.

PDIP, ungkap Hasto, akan segera berdialog dengan pimpinan partai-partai politik lainnya terkait amendemen tersebut. Hal serupa, sambung dia, juga bakal dilakukan pimpinan fraksi untuk menyusun agenda-agenda strategis terkait dengan hal tersebut. "Sebagai partai yang berasal dari rakyat, kami juga mende ngarkan seluruh aspirasi, masukan dari seluruh komponen bangsa," katanya. (rizkyan adiyudha/antara ed: endah hapsari)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement