REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Solid Waste Association (InSWA) mendorong para pemangku kepentingan meningkatkan pengelolaan sampah. Sampah mesti dikelola secara cepat dan tepat mengingat volume sampah yang dihasilkan di kota-kota besar meningkat pesat.
Ketua InSWA Sri Bebassari menyadari, biaya untuk penanganan masalah sampah cukup tinggi dan ini juga berlaku di negara-negara lain dalam menerapkan pengelolaan sampah. Perhitungan dana yang dibutuhkan bergantung pada volume sampah yang akan diolah dan teknologi yang diterapkan.
Untuk mengatasi tingginya biaya pengelolaan sampah, dia merujuk kebijakan yang dilakukan negara-negara seperti Singapura dan Jepang. Kata dia, masyarakat Singapura dan Jepang membayar iuran untuk pengelolaan sampah.
“Di Singapura, satu rumah tangga membayar sekitar Rp 200 ribu setiap bulan, maka tidak heran sampah bisa dikelola dengan sangat baik. Hal ini juga bisa diterapkan di kota-kota besar di Indonesia," kata Sri dalam keterangannya, Jumat (22/11).
Menurut wanita yang sudah puluhan tahun bergelut dengan masalah sampah, keberhasilan penanganan masalah sampah juga akan berdampak positif bagi sektor lainnya.
Adapun efek yang ditimbulkan adalah hasil pengelolaan sampah itu bisa dijadikan bahan bakar bagi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSA) dan kompos untuk kegiatan pertanian dan perkebunan.
“Keuntungan yang didapat dari pengelolaan limbah sampah juga bisa dirasakan sektor lainnya," jelasnya.
PLTSA dinilai cocok untuk diterapkan di Indonesia sebagai salah satu alternatif sumber energi. Sri mengaku menjadi salah satu tim dalam pembuatan studio kelayakan penerapan PLTSA.
Pemerintah saat ini terus berupaya mencari sumber energi terbarukan guna menjadi alternatif dari penggunaan sumber energi yang selama ini sebagian besar berasal dari minyak bumi. Kemunculan sumber energi baru bisa mengatasi ketergantungan Indonesia atas impor minyak bumi yang masih tinggi.
Jika menilik masalah upaya meminimalkan ketergantungan pada minyak bumi, pemerintah melalui PLN mempersiapkan diri mencapai bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.
Jika sampah bisa dimaksimalkan sebagai sumber energi pembangkit, kata dia, hal ini dapat menyelesaikan persoalan sampah tersebut.