Jumat 22 Nov 2019 12:19 WIB

Bau Lumpur Jadi Alarm Warga Agam Selamatkan Diri dari Banjir

Bau lumpur tercium beberapa saat sebelum banjir sehingga warga bisa selamatkan diri.

Rep: Febrian Fachri / Red: Friska Yolanda
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Agam berada di dekat rumah yang rusak diterjang banjir bandang, di Jorong Galapuang, Nagari Tanjungsani, Kab.Agam, Sumatera Barat, Kamis (21/11/2019).
Foto: Antara/Kuraiman
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Agam berada di dekat rumah yang rusak diterjang banjir bandang, di Jorong Galapuang, Nagari Tanjungsani, Kab.Agam, Sumatera Barat, Kamis (21/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, AGAM -- Banjir bandang menerjang Jorong Galapuang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam yang terjadi pada Rabu (20/11) malam. Meski tidak ada korban jiwa, warga terpaksa mengungsi karena rumahnya rusak.

Banjir bandang yang membawa material lumpur bercampur air dan bebatuan besar mengakibatkan 15 bangunan rusak. Bangunan yang rusak terdiri dari satu unit sekolah, satu unit masjid dan sisanya rumah warga. 

Baca Juga

Salman (60) warga Jorong Galapuang menyebutkan rumah permanen miliknya kini rusak berat. Seisi rumahnya terendam longsor setinggi 1 meter lebih. 

"Habis semua. Pakaian, perabotan, satu motor saya masih terendam di dalam (rumah)," kata Salman kepada Republika.co.id, Jumat (22/11).

Sampai Kamis (21/11) malam, rumah Salman masih berisi tumpukan material longsor dan aliran air yang cukup deras. Longsoran ini datang dari lembah bukit Kuduak Banting yang berdiri tegak di hadapan Danau Maninjau.

Salman mengatakan beberapa saat sebelum kejadian, ia masih sempat menunaikan Shalat Maghrib di rumahnya. Saat itu, cuaca di Maninjau memang diliputi hujan deras dengan intensitas tinggi sejak sore hari.

Salman menyebut, bau lumpur sudah tercium saat ia shalat. Bau itu berasal dari lembah Bukit Kuduak Banting. Setelah shalat, ia diajak oleh tetangganya untuk segera lari ke tempat aman beberapa kilometer dari rumahnya. 

"Memang sudah kuat sekali bau lumpur sejak sore itu. Kalau sudah ada bau lumpur itu memang pertanda akan ada longsor," ucap Salman.

Salman menyelamatkan diri hanya membawa pakaian yang ada di badan dan sehelai kaun sarung yang ia pakai shalat. Salman kini pasrah dengan nasib harta bendanya yang tidak sempat terselamatkan. Baginya dan keluarga, keselamatan adalah hal yang paling penting.

Warga Jorong Galapuang lainnya Jusnidar (59) juga mengatakan bau lumpur yang datang sebelum banjir bandang memang membantu warga menyelamatkan diri lebih awal. Bau tersebut membuat warga berfirasat akan ada bencana longsor dari lembah. 

"Karena sudah ada baunya duluan, warga berhamburan menyelamatkan diri. Syukurlah tidak ada yang jadi korban," kata Jusnidar.

Syafri (62) warga Galapuang mengaku rumah aman dari bencana banjir kemarin. Rumahnya hanya beberapa meter dari longsoran tanah dan bebatuan. Karena rumahnya aman, Syafri menerima sejumlah sanak keluarga dan tetangga yang mengungsi ke rumahnya. 

Syafri mengakui, banjir bukan lagi persoalan baru bagi warga Galapuang. Sebelum kejadian tengah pekan ini, sepanjang 2019 sudah dua kali terjadi longsor dari Bukit Kuduak Banting setiap kali ada hujan deras. Seperti yang terjadi pada Juni lalu, ada longsor dengan intensitas kecil. Lumpur yang mengalir sampai ke pemukiman warga masih mengalir melalui sungai-sungai kecil sisa gempa besar di Sumbar 2009 lalu.

Hingga saat ini, Jumat (22/11) siang, dua alat berat yang diturunkan Pemkab Agam masih bekerja membersihkan lumpur dan bebatuan yang memutus jalan Galapuang sejauh 200 meter. Sementara bangunan sekolah MDA dan masjid masih terendam batu dan lumpur. Warga juga masih gotong royong membersihkan belasan rumah warga yang masih terendam lumpur. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement