REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jabar Ridwan Kamil, belum bisa memberikan keputusan akan menetapkan upah minimum kota/kabupaten (UMK) atau tidak. Menurut Ridwan Kamil, upah minimum baru dirapatkan pada Rabu (20/11).
"Karena ada kendalanya besok (hari ini) jadi plus-minusnya. Sudah terima surat dari Apindo yang intinya ekonomi lagi berat, itu sangat berpengaruh pada kelangsungan yang padat karya. Ini saya pertimbangkan," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, Rabu.
Emil mengatakan, keputusan upah ini setiap tahun selalu menimbulkan gejolak yang tidak mudah. "Tapi, jadi belum bisa jawab. Pemimpin harus ambil keputusan jadi saya belum bisa jawab putusannya. Antara menetapkan UMK atau tidak menetapkan," tegas Emil.
Menurut Emil, kalau tidak menetapkan UMK 2020, maka ia meminta buruh dan pengusaha untuk menyelesaikan kenaikannya. "Tapi tetap naik ya, kalau saya tidak tetapkan UMK itu tetap naik hanya prosentasinya disesuaikan dengan kesanggupan dari masing-masing," katanya.
Karena, kata dia, kalau dikunci sesuai UMK ada perusahaan-perusahaan yang pasti gulung tikar. Lalu, nantinya oleh pengadilan dianggap pidana.
Kementerian Tenaga Kerja, kata Emil, membuat dua klausul. Yakni, satu wajib menetapkan UMP, tapi dapat menetapkan UMK.
"Nah kata dapat ini artinya diserahkan pada situasi masing-masing. Ada provinsi yang sekarang tidak menetapkan ada juga yang menetapkan," katanya. N
Buruh di Jabar meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar untuk mematuhi kesepakatan menetapkan UMK. Sebab Anggota Dewan Pengupahan Provinsi (DePeProv) sudah menetapkan dalam rapat pembahasan Rekomendasi UMK akan dilaksanakan tanggal 19 November 2019.
Menurut Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jabar Roy Jinto Ferianto, dalam pertemuan tersebut, semua pihak sepakat termasuk Pemprov Jabar yang diwakili oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar untuk menetapkan UMK 2020.
"Ada empat poin yang kami sepakati saat rapat itu. Salah satunya ya itu, Pemprov Jabar akan menetapkan UMK 2020," ujar Roy kepada Republika.co.id, Rabu (20/11).
Roy menjelaskan, bagaimanapun juga pemerintah harus menetapkan UMK. Sebab tanpa penetapan UMK, secara otomatis yang berlaku upah minimum provinsi (UMP). Ini akan menurunkan upah buruh karena perusahaan akan membayar upah berdasarkan UMP. Padahal, saat ada SK penetapan UMK saja masih ada perusahaan yang abai.
"Kalau sampai gubernur tak menetapkan UMK, ini akan memancing reaksi buruh sangat kencang. Bahkan, saya khawatir bisa rusuh di mana-mana. Upah minimum ini tanggung jawab pemerintah," tegasnya.
Roy berharap, Pemprov Jabar tak membuat kebijakan sendiri yang berbeda dengan provinsi lain. Karena, Provinsi Jateng, Jatim dan Banten sudah menetapkan UMK mulai Rabu (20/11).
Menurut Roy, buruh hingga saat ini masih berpegang pada kesepakatan DePeProv yang sepakat untuk menaikkan UMK sesuai rekomendasi dari kabupaten/kota. "Semua sudah sepakat gubernur harus menetapkan UMK. Tapi kalau sampai diingkari amukan buruh terjadi situasi tak akan terkendali," katanya.
Adapun empat poin hasil kesepakatan rapat DePeProv tersebut, kata Roy, pertama Pemerintah Jabar akan menetapkan UMK 2020 sesuai rekomendasi Kabupaten/Kota. Kedua, Pemprov Jabar tak akan menetapkan upah padat karya, upah khusus garmen, UMSP garmen dan tekstil, ataupun upah minimum lainnya di bawah UMK 2020. Ketiga, Pemprov Jabar akan menetapkan UMSK 2020 sesuai rekomendasi kabupaten/kota. Terakhir, Pemprov Jabar mewajibkan semua perusahaan di Jabar melaksanakan skala upaha sesuai peraturan.