Selasa 19 Nov 2019 06:38 WIB

UU Pilkada Berpeluang Direvisi

Revisi UU Pilkada bisa dilakukan saat Pilkada 2020.

Rep: Nawir Arsyad/ Red: Muhammad Hafil
Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi II DPR RI kembali membuka peluang untuk merevisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Salah satu poin yang akan direvisi adalah anggota DPR yang tak perlu mundur jika mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Meski pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan bahwa terdapat legislator yang berharap hal tersebut diakomodir. Salah satunya melalui revisi UU Pilkada.

"Anggota DPR harus mundur, tidak boleh cuti itu sekarang yang ada di aturannya. Memang ada isu dan ada keinginan juga supaya terjadi revisi terhadap UU itu," ujar Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11).

Namun, revisi UU Pilkada terkait poin tersebut memerlukan kajian yang mendalam. Sebab, Komisi II tidak ingin revisi anggota dewan tidak harus mundur tak berbenturan dengan putusan MK.

Selain itu, Doli masih meragukan bahwa revisi dapat dilakukan di tengah Pilkada 2020 yang segera berlangsung. Karena, Komisi II tak ingin menggangu proses penyelenggaraannya nanti.

"Kalau kita sepakat revisi materi apa yang mau direvisi, kalau materinya berat-berat dan membutuhkan waktu panjang. Ini masalah waktu, waktunya tidak cukup malah ganggu tahapan Pilkada 2020," ujar Doli.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo mengatakan bahwa peluang revisi UU Pilkada sudah dikunci oleh MK. Lewat putusan yang dimasukkan dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Maka dari itu, usulan revisi poin anggota dewan tak harus mundur tak dapat diterapkan dalam Pilkada 2020. Karena saat ini sudah berlangsung, sehingga tak mungkin bisa mengubah tata caranya pelaksanaannya.

"Ini tahapan udah jalan. Lah udh jalan payung hukumnya kan UU itu. Kalau kita ubah lagi nanti komplikasi politiknya tinggi, memunculkan banyak spekulasi politik," ujar Arif

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement