REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lilis Sri Handayani
Proses pemilihan umum di berbagai tingkatan, baik pemilihan kepala desa (pilkades), pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres), masih kerap diwarnai berbagai pelanggaran. Karenanya, dibutuhkan pengawasan ekstra untuk mengawasi maupun mencegah berbagai pelanggaran dalam pesta demokrasi tersebut.
Ketua Bawaslu Kabupaten Indramayu, Nurhadi, menyebutkan, pelanggaran pemilu yang selama ini banyak terjadi di antaranya berupa money politic, netralitas aparatur sipil negara (ASN) maupun penggunaan tempat ibadah. Khusus untuk money politic, saat ini di masyarakat masih tertanam istilah "nomer piro, wani piro (nomor berapa, berani berapa)".
"Nomer piro, wani piro merupakan bahaya laten di masyarakat. Saat bahaya laten itu tetap terjadi, maka kualitas demokrasi kita tidak akan membaik,’’ tegas Nurhadi, saat pembukaan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif Tahun 2019 Angkatan I, di Islamic Center Indramayu, Selasa (12/11).
Namun, Nurhadi mengakui, pihaknya memiliki keterbatasan dalam mengawasi maupun mencegah berbagai pelanggaran dalam pemilu. Karenanya, dibutuhkan peran serta aktif dari masyarakat untuk melakukan hal tersebut.
"Tugas pengawasan bukan hanya di Bawaslu, tapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat,’’ kata Nurhadi.
Untuk itu, sebagai upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemilu, Bawaslu menyelenggarakan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif. Kegiatan yang diikuti oleh 90 peserta itu berlangsung selama lima hari mulai Selasa (12/11).
Para peserta sebelumnya telah melalui proses pendaftaran maupun seleksi. Mereka berasal dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa.
Seperti namanya, dalam sekolah kilat itu juga ada kepala sekolah maupun wakil kepala sekolah, yang semuanya dijabat oleh komisioner Bawaslu Indramayu. Para peserta yang menjadi siswa dalam sekolah itupun dibagi ke dalam beberapa kelas dan diharuskan menginap di gedung Islamic Center.
Komisioner Bawaslu Indramayu yang berperan sebagai kepala sekolah dalam Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif, Supriyadi, menjelaskan, selama lima hari, para siswa akan menerima berbagai materi tentang pembangunan karakter, pengawasan pemilu di Indonesia, serta sistem politik, pemerintah dan pemilu di Indonesia.
Selain itu, materi yang disampaikan kepada para siswa juga berupa analisis sosial, termasuk identifikasi masalah sosial dan ruang lingkup sosial. Seluruh materi tersebut akan disampaikan oleh para narasumber dari berbagai disiplin ilmu yang terkait.
"Pola pembelajarannya kita lakukan di dalam kelas maupun di luar kelas,’’ terang Supriyadi.
Nurhadi berharap, ilmu yang diterima para siswa itu akan ditularkan kepada masyarakat di lingkungan masing-masing. Dengan demikian, pengawasan pemilu maupun pencegahan terjadinya pelanggaran dalam pemilu bisa lebih meningkat.
"Sekolah ini diharapkan bisa mencetak volunteer yang membantu kita dalam pengawasan pemilu, termasuk meminimalisasi bahaya laten 'nomer piro, wani piro’,’’ tukas Nurhadi.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Bawaslu Jabar, Yulianto, menyatakan, Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif Tahun 2019 dilaksanakan secara serentak di delapan daerah di Jabar, yang akan menghadapi pilkada serentak dalam waktu dekat. Selain Kabupaten Indramayu, kegiatan itu juga diadakan di Kota Depok, Kabupaten Karawang, Sukabumi, Bandung, Tasikmalaya, Pangandaran dan Cianjur.
"Kegiatan ini sebagai ikhtiar kami untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu," tutur Yulianto.
Yulianto berharap, para peserta bisa sungguh-sungguh dalam menjalani sekolah singkat itu. Mereka juga diharapkan bisa menularkan ilmunya dan mengaplikasikannya.
"Kegiatan (di Indramayu) ini menghabiskan anggaran hingga Rp 320 juta. Sayang kalau anggaran sebesar itu tidak menghasilkan hasil yang berkualitas,’’ tutup Yulianto.