Selasa 12 Nov 2019 11:54 WIB

Benarkah Koalisi Jokowi Masih Rukun-Rukun Saja?

Koalisi pemerintah Jokowi sempat terganggu manuver Ketum Nasdem Surya Paloh.

Presiden Joko Widodo (kedua kiri) dan Wakil Presiden Maruf Amin (tengah) berjalan bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kiri) saat menghadiri penutupan Kongres II Partai Nasdem dan HUT ke-8 Partai Nasdem di Jakarta International Teathre, Jakarta, Senin (11/11/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) dan Wakil Presiden Maruf Amin (tengah) berjalan bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kiri) saat menghadiri penutupan Kongres II Partai Nasdem dan HUT ke-8 Partai Nasdem di Jakarta International Teathre, Jakarta, Senin (11/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Sapto Andika Candra, Rizkyan Adiyudha, Arif Satrio Nugroho

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri peringatan HUT kedelapan Partai Nasdem di JiExpo Jakarta, Senin (11/11) malam. Dalam acara yang juga dihadiri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu, Jokowi menutup pidatonya dengan mengajak Ketum Nasdem Surya Paloh berpelukan.

Baca Juga

Pelukan ini sekaligus membantah kabar yang beredar bahwa koalisi yang mendukung Jokowi tidak rukun. "Salah besar kalau ada yang menyampaikan koalisi ini sudah tidak rukun. Keliru gedhe (besar) sekali. Kita rukun-rukun saja. Nggak ada," kata Jokowi dalam sambutannya.

Soal sindirannya terkait pelukan antara Paloh dan Presiden PKS Sohibul Iman, Jokowi menyebut hal itu murni kecemburuan semata. Ia mengaku tak pernah dipeluk Ketum Nasdem itu seerat saat Paloh memeluk Sohibul.

"Kalau rangkulan itu untuk komitmen kebangsaan apa yang keliru? Sangat bagus apa yang dicontohkan oleh Bang Surya. Candaan seorang sahabat yang sudah dekat seperti itu biasa. Kalau saya ngomong itu, biasa. Jangan ditanggapi ke sana ke sini," kata Jokowi lagi.

Jokowi juga mengapresiasi pidato Surya Paloh yang menyinggung betapa sayangnya dia kepada Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Hal ini menyusul insiden 'jabat tangan' antara Paloh dan Mega saat pelantikan Puan Maharani sebagai ketua DPR. Saat itu, Mega terlihat memalingkan muka kepada Surya yang hendak mengajak salaman.

"Kalau pas Bu Mega nggak nyalami Bang Surya itu kelewatan saja. Wong saya ini kalau pas nyalamin kadang tangan saya ada yang kelewatan sering kok," kata Jokowi.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri memang terlihat memenuhi undangan Kongres II partai Nasional Demokrat (Nasdem). Berdasarkan pantauan Republika, Senin (11/11) Megawati tiba ditemani Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

Putri presiden pertama RI itu tiba mengenakan kebaya merah. Presiden kelima RI itu tiba sekira pukul 19.05 WIB. Paloh yang mengenakan jas biru segera menyodorkan tangan guna berjabat tangan sebelum diantarkan ke pintu ruangan perayaan HUT kedelapan Nasdem.

Pada Senin malam, Partai Nasdem rampung melaksanakan Kongres II di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Dalam kesempatan itu, partai yang diketuai Surya Paloh tersebut menegaskan komitmennya untuk tetap mengawal pemerintahan Presiden Jokowi.

"Posisi Nasdem jelas. Nasdem adalah partai yang mengusung dan akan menjaga Pak Jokowi sampai 2024," kata Ketua DPP Nasdem Bidang Media dan Komunikasi Publik Charles Meikyansah di Jakarta seusai penutupan Kongres II.

Konstelasi internal koalisi

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati, menilai, manuver elite Nasdem menunjukkan adanya konstelasi di internal koalisi pemerintahan. Dia mengatakan, ada ketidakpuasan tertentu yang dialami Nasdem sehingga mengambil narasi berbeda.

"Karena bermasalah dengan internal koalisi, Nasdem menggunakan yang di luar koalisi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS)," kata Mada di Jakarta, Senin (11/11).

Mada mengatakan, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh tengah bermanuver menggunakan semua sumber daya yang ada. Nasdem, dia menilai, akan cenderung apatis untuk bisa mewarnai periode kedua pemerintahan Jokowi.

Dia melanjutkan, manuver itu sekaligus berupaya membangun upaya negosiasi baru terhadap Presiden Jokowi dan koalisi. Mada menyebut jika Surya Paloh merasa punya andil besar terhadap Jokowi dan merasa tak mendapat kompensasi memadai sehingga muncul ketidakpuasan hingga melakukan manuver politik.

"Jadi, ini sekaligus Surya Paloh ingin menunjukkan bahwa dia punya ruang yang besar untuk bermanuver sehingga dia mengajak Anies, mengajak PKS, ingin lebih menunjukkan pandangan ke Jokowi dan publik bahwa dia masih punya kekuatan," katanya.

Lebih lanjut, Mada mengatakan, akan sangat bergantung pada Presiden Jokowi dan koalisi dalam menyikapi manuver yang dilakukan Nasdem agar tidak mengganggu jalannya pemerintahan. Sambung dia, akan muncul respons positif jika manuver Nasdem ini dianggap mengganggu jalannya pemerintahan Jokowi periode kedua.

Namun, dia menambahkan, ada kemungkinan Jokowi dan partai politik pendukung melihat manuver Nasdem sebagai sesuatu yang tak ada manfaatnya. Dia mengatakan, manuver ini justru bisa berdampak pada diasingkannya Nasdem oleh koalisi pemerintahan.

"Makanya kita lihatlah nanti respons Jokowi. Bisa jadi Surya Paloh didekatkan semisal sebagai penasihat presiden atau alokasi lainnya seperti tambahan wakil menteri untuk Nasdem," kata Mada.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dinilai melihat sosok Anies Baswedan sebagai calon pemimpin masa depan. Sementara itu, Paloh disebut melihat sosok Presiden Joko Widodo sebagai masa lalu yang sudah selesai.

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, berbagai manuver Nasdem belakangan ini bisa dipahami sebagai akumulasi sakit hatinya terhadap berbagai keputusan Jokowi. Dari lepasnya jabatan jaksa agung yang dulu diduduki kadernya, masuknya Gerindra ke kabinet, hingga berbagai saling sindir serta gimmick politik melibatkan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri.

Pangi menilai, manuver-manuver politik demikian sama sekali tidak sehat. Bahkan, Pangi menyebutnya sudah terjadi 'korslet' di internal koalisi pemerintahan.

"Ini kan sudah tidak sehat sih ke depannya. Di internal parpol koalisi sendiri saling sindir. Sehingga kabinet Jokowi tak ada honeymoon. Sudah banyak korsleting, arus pendek yang menyemburkan asap di mesin koalisi. Sebenarnya tak baik," kata dia.

Lebih jauh, Pangi menyatakan, memang belum bisa disebut bahwa Nasdem akan tidak loyal kepada pemerintahan Jokowi ke depan. Diperlukan fase panjang sebelum memastikan siapa yang sebenarnya loyal atau tak loyal kepada pemerintahan.

Namun, Pangi mengatakan, tak bisa dibantah pula bila ada sinyal kuat Nasdem akan mengikuti langkah PKS dan PAN pada era pemerintahan SBY dahulu.

"Jadi, dia di dalam pemerintahan, tapi merecoki juga dari dalam. Tak tegak lurus terhadap presiden. Banyak berbeda kebijakan dengan pemerintahan, khususnya lewat parlemen. Memang ada gelagat ke sana, tapi butuh waktu untuk benar-benar memastikannya," ujar Pangi.

photo
Kesepakatan Prabowo-Surya Paloh

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement