Senin 11 Nov 2019 10:41 WIB

Kemendagri Akui Desa Fiktif Simpang Siur

Kemendagri mengirimkan tim ke kabupaten itu untuk mengusut dugaan desa fiktif.

Ilustrasi Dana Desa
Ilustrasi Dana Desa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan, belum dapat menyimpulkan apakah di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), terdapat persoalan desa fiktif. Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan mengatakan, pemerintah perlu mengumpulkan dan menyinkronkan data terlebih dahulu.

Hal itu dinilai penting untuk menyamakan persepsi antara seluruh kementerian dan lembaga negara terkait desa. "Sekarang kan simpang siur sehingga Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tidak mau membuat keputusan apa-apa dulu. Berbeda data malah membuat simpang siur. Kasihan masyarakat," ujar Nata Irawan di Jakarta, Ahad.

Baca Juga

Kemarin, Kemendagri mengirimkan tim ke kabupaten tersebut untuk mengusut dugaan desa fiktif. Nata menjelaskan, tim yang terdiri atas 13 orang itu akan berkoordinasi dengan gubernur Sultra, bupati Konawe, serta kepolisian setempat.

"Mereka bertugas mengumpulkan data dari sejumlah wilayah yang diduga sebagai desa fiktif. Dari sana, bawa data ke Jakarta dan langsung kami bahas hari Selasa (12/11)," ujar dia.

Sebelumnya, Nata Irawan mengungkapkan, informasi tentang adanya sejumlah desa fiktif di Konawe, Sultra, mencuat sejak dua bulan lalu. Kemendagri memperoleh kabar itu dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rapat pimpinan yang juga dihadiri Kejaksaan Agung.

"Ketika itu, disampaikan oleh pimpinan KPK ada 56 desa fiktif," ujar Nata seusai rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).

Pada 15-17 Oktober 2019, Kemendagri membentuk tim untuk pengecekan lapangan ke Konawe. Hasilnya, jumlah desa fiktif dipastikan sebanyak empat unit. Keempatnya ialah Larehoma di Kecamatan Anggaberi, Wiau di Kecamatan Routa, Arombu Utama di Kecamatan Latoma, serta Napooha di Kecamatan Latoma.

"Kami sudah konfirmasi dengan bupati (Konawe), itu (dana desa) tidak digelontorkan kepada empat desa tadi dan ditahan sejak 2017," kata dia.

Direktur Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa Kemendagri Aferi Syamsidar Fudail menyatakan, peraturan daerah (perda) yang membentuk desa-desa fiktif itu tidak mengacu pada UU 6/2014 tentang Desa. Sebagai contoh, lanjut dia, ada satu desa fiktif di sana yang hanya dihuni tujuh kepala keluarga (KK).

Pasal 8 Ayat 3 UU 6/2014 mengatur, pembentukan desa baru di wilayah Sultra harus memiliki paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 KK. Perda Kabupaten Konawe Nomor 7 Tahun 2011 menjadi payung hukum pembentukan empat desa yang akhirnya disebut fiktif itu.

Menurut Aferi, Pemkab Konawe sempat menyatakan kepada Kemendagri, empat desa itu ditetapkan dari hasil pemekaran wilayah untuk memastikan keempatnya sebagai bagian dari Konawe. Letak empat desa itu berbatasan dengan Kabupaten Kolaka Utara.

Aferi mengakui, Kemendagri telah menerima usulan pemekaran tersebut pada 2011 atau tiga tahun sebelum pemberlakuan UU 6/2014. Dia beralasan, Pasal 116 UU Desa menjamin desa yang ada sebelum pemberlakuan undang-undang itu tetap diakui sebagai desa.

Ini Perda Nomor 7 Tahun 2011. "Artinya, perda pemekaran (ada) sebelum UU Nomor 6 (Tahun 2014). Jadi, syarat pembentukannya tidak mengacu pada UU Nomor 6 (Tahun 2014)," ujar Feri. (antara ed: hasanul rizqa)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement