Sabtu 09 Nov 2019 06:57 WIB

Tambak Udang di Pesisir Barat Terancam Tutup

Tambak udang terancam tutup karena adanya rencana pengembangan kawasan pariwisata.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Nur Aini
Pertambakan Udang / ilustrasi
Foto: ist
Pertambakan Udang / ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Puluhan usaha tambak udang yang berada di pesisir Kabupaten Pesisir Barat terancam tutup, setelah adanya rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pesisir Barat untuk mengembangkan kawasan pariwisata mulai tahun ini. Tak hanya berdampak pada usaha, tapi juga mata pencarian masyarakat setempat akan hilang.

Pemkab Pesisir Barat telah mengeluarkan Perda Nomor 08 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Pesisir barat, tertanggal 21 Juni 2017. Berdasarkan perda tersebut, salah satu wilayah yang terkena pengembangan daerah wisata terdampak usaha tambak udang yang dibangun sebelum terbentuknya kabupaten tersebut.

Baca Juga

Ketua Ikatan Petambak Pantai Barat Sumatera (IPPBS) Agusri Syarief, di wilayah pengembangan pariwisata Kabupaten Pesisir Barat, terdapat 10 petambak udang, tujuh di antaranya anggota IPPBS yang sudah memiliki izin usaha. Tujuh pemilik tambak udang daerah tersebut terancam tidak dapat melanjutkan usaha tambak udangnya karena tidak dapat lagi memperpanjang izin usahanya mulai tahun ini.

“Adanya rencana pengembangan wisata, membuat izin usaha sudah tidak bisa diperpanjang lagi. Padahal, produksi udang baru tiga tahun berjalan sesuai izinnya. Terlalu muda (usia investasi tambak udang) untuk ditutup,” kata Agusri Syarief di Bandar Lampung, Jumat (8/11).

Menurut dia, Pemkab Pesisir Barat tidak serta merta melakukan alih fungsi lahan hanya untuk kepentingan pengembangan pariwisata. Daerah tersebut terdapat puluhan tambak udang yang investasinya baru rata-rata lima tahun, dan berproduksi baru jalan tiga tahun terakhir. “Dua tahun mulai investasi tambak udang, hanya mengurusi izin-izin, tiga tahun berproduksi,” ujarnya.

Ia mengatakan, bila terjadi penutupan tambak udang di pesisir tersebut, tidak hanya merugikan pemilik tambak, akan tetapi berdampak sistemik dengan karyawan, pekerja, dan masyarakat sekitar tambak udang. Ekonomi masyarakat sekitar, kata dia, juga bergantung dengan keberadaan tambak udang.

Ketua Forum Komunikasi Praktisi Aquakultur (FKPA) Hanung Hernadi mengatakan, pengalihan lahan tambak menjadi kawasan wisata akan menutup sejarah Provinsi Lampung yang sejak dulu tercatat dalam sejarah terkenal lumbung udang nasional dan internasional. Menurutnya, penutupan tambak udang membuat pasokan produksi udang dari Lampung untuk kontribusi ekspor nasional akan berkurang.

“Saya ikut prihatin (bila tambak udang ada yang ditutup). Karena Lampung terkenal lumbung udang nasional bahkan internasional menurut catatan sejarah,” kata Hanung yang baru dilantik sebagai ketua FKPA 2019-2024.

Menurut dia, penutupan usaha tambak udang tidak sejalan dengan program pemerintah pusat yang akan meningkatkan ekspor udang lima kali lipat dalam lima tahun ke depan. Saat ini, ujar dia, produksi udang asal Lampung sekira 144 ribu ton per tahun di luar dua tambak udang besar. “Artinya baru tujuh persen kontribusinya,” ujarnya.

Menurut Andi, pemilik tambak udang di Biha, rencana alih fungsi lahan untuk pengembangan pariwisata Kabupaten Pesisir Selatan, membuat petambak tidak dapat memperpanjang izin usaha. Akibatnya, aktivitas tambak udang akan terhenti karena tidak ada izin produksi budi daya udang.

“Artinya, alih fungsi lahan tempat wisata tersebut berdampak langsung dengan kegiatan budi daya udang. Yang jelas tidak dapat produksi udang lagi, dan pekerja yang direktrut dari masyarakat akan menganggur,” kata Andi yang memiliki dua tambak udang.

Yani, pemilik tambak udang lainnya, juga menyesalkan adanya rencana pengembangan kawasan wisata tersebut yang harus menghentikan usaha budidaya tambak udang yang berjalan selama ini. “Seharusnya bisa sinergi tambak udang dengan usaha pariwisata, bukan malah sebaliknya,” ujarnya.

Menurut dia, tidak saja pemilik tambak udang yang dirugikan dengan rencana tersebut, tapi masyarakat sekitar juga berdampak. Selama ini, ujar dia, masyarakat bergantung untuk kebutuhan keluarganya dari adanya usaha tambak udang, termasuk keberadaa aliran listrik di tempat tersebut.

“Kami butuh penjelasan pemerintah kabupaten tentang aturan itu. Kami ingin tahu kawasan tersebut mau dibangun apa untuk wisata. Mungkin, bisa mencarikan solusinya agar sama-sama bisa jalan usahanya, tidak mematikan usaha yang satu,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement