REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memberikan perhatian lebih pada kesejahteraan buruh tani. Mentan harus berani membenahi koordinasi antar instansi guna menciptakan sistem pertanian terintegrasi yang ujungnya mensejahterakan buruh tani.
“Problem pertanian di Indonesia, faktornya setiap kementerian dan organisasi perangkat daerah, itu berjalan sendiri-sendiri tidak terintegrasi,” katanya, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (5/11).
Menurutnya, minimnya koordinasi menyebabkan pertanian menjadi korban dari tidak beresnya penataan hulu terkait tidak berhentinya penambangan dan penebangan liar hingga hilir sungai yang rusak oleh pencemaran dan keramba jaring apung.
“Musibah seluruh proses ini yang paling 'menikmati' adalah pertanian. Dan yang paling menderita itu buruh taninya. Mereka membeli beras dari padi yang ditanam dan sudah dibeli tengkulak dengan upah buruh,” tuturnya.
Siklus ini membuat performa para buruh tani makin rendah karena posisi mereka yang makin termajinalkan mengingat kondisi kesejahteraannya tahun ke tahun tidak pernah membaik. “Rumahnya jelek, jaminan kesehatan dan pendidikannya rendah. Dari persfektif ini saya memberikan saran lindungi buruh tani,” katanya.
Dedi mengaku, sudah menyampaikan saran tersebut pada Mentan Syahrul Yasin Limpo dalam rapat dengar pendapat agar urusan ini dikedepankan sebagai prioritas membenahi tata kelola pertanian.
“Berikan buruh tani jaminan kesehatan yang memadai bukan hanya BPJS kesehatan yang disubsidi, berikan jaminan rumah memadai, jaminan pendidikan, agar orangtua berbondong-bondong dan bersedia menjadi buruh tani guna menjaga swasembada pangan, ungkapnya.
Dia juga meminta agar Kementerian Pertanian bersama kementerian lintas bidang konsisten menangani urusan hulu terutama urusan pertambangan yang kini izinnya berada di provinsi. “Tetapkan dengan jelas mana wilayah tambang dan non tambang,” ujarnya.
Pihaknya juga mendesak Kementan turut tegas pada urusan tata ruang yang oleh kepentingan politik kerap kali mengubah areal sawah menjadi areal komersil. Terlebih, izin untuk pendirian properti dan industri saat ini makin cepat diproses.
“Sebentar lagi daerah penghasil swasembada pangan di Pantura Jabar akan semakin susut dan hilang,” katanya.
Persoalan ini jika tidak ditangani menurutnya akan membuat multidimensi dan kompleks. Karena itu, Dedi menegaskan, Kementerian Pertanian harus mengambil langkah strategis dengan membenahi koordinasi dari pusat sampai daerah dalam urusan pertanian.