REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar dinilai perlu melakukan pembenahan pascapemilu 2019. Pembenahan ini terkait dengan merosotnya perolehan suara Golkar pada Pemilu 2019.
"Sudah sepantasnya Partai Golkar melakukan pembenahan menyeluruh melalui forum musyawarah nasional sebagai pengambil kebijakan tertinggi dalam institusi kepartaian Golkar," ujar Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus, Selasa (5/11).
Menurut Sulthan, pembenahan perlu dilakukan agar status Golkar sebagai salah satu partai politik besar tidak rapuh di republik ini. Pada Pemilu 2019, perolehan suara dan kursi Golkar merosot dari pemilu sebelumnya. Dari 14,75 persen (91 kursi) pada Pemilu 2014, menjadi 11,71 persen (85 kursi) pada Pemilu 2019.
"Di bawah kepemimpinan Airlangga ini, Golkar justru kehilangan tradisi juara atau runner-up dalam setiap pemilu, dan harus puas menjadi partai yang cuma finish di urutan ketiga," ujarnya.
Menurut Sulthan, perolehan suara dan kursi dalam pemilu adalah indikator utama keberhasilan sebuah partai politik. Tatkala sebuah partai mengalami kemerosotan maka secara sendirinya ia mengalami delegitimasi oleh rakyat.
"Ruang pembuktian setiap partai itu ada di momen pemilihan umum. Dalam hal ini Partai Golkar bisa dikategorikan sebagai salah satu partai yang mengalami delegitimasi tersebut," ujar Sulthan.
Sulthan mengatakan dalam sejarah kepemimpinan Partai Golkar, tidak ada ketua umum yang bertahan setelah gagal meningkatkan suara atau kursi dalam pemilu.
Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar rencananya digelar pada 3-5 Desember 2019.