Selasa 05 Nov 2019 12:29 WIB

KPU Tegaskan Mantan Napi Koruptor Dilarang Maju Pilkada

KPU berharap ada revisi UU Pilkada

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua KPU Arief Budiman saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua KPU Arief Budiman saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali memasukkan larangan mantan narapidana kasus korupsi maju dalam pilkada. Hal itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (4/11).

"Mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik dalam pemaparannya, Senin (4/11). Aturan ter sebut tercantum dalam Pasal 4 Ran cangan PKPU tentang Perubahan Ke dua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Selain itu, syarat lain seseorang boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah apabila yang bersangkut an berstatus narapidana, tetapi tidak menjalani pidana dalam penjara. Misalnya, terpidana karena kealpaan ringan (culpa levis), terpidana karena alasan politik.

"Menyerahkan daftar ke kayaan pribadi kepada instansi yang berwenang, memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara," kata Evi menambahkan syarat lain Ketua KPU Arief Budiman mengaku masih menunggu respons anggota DPR terkait adanya aturan tersebut.

Alasan KPU kukuh memasukkan aturan tersebut lantaran KPU ingin mendapatkan calon kepala daerah yang terbaik. "Maka, harus kita cari betul-betul yang sangat baik, dalam tanda kutip dia harus sosok yang sempurna, kira-kira seperti itu," ujarnya menegaskan.

KPU menyadari, sebelumnya aturan serupa pernah ditolak Mahkamah Agung (MA) saat ingin diterapkan dalam pilkada. Namun, ia mengatakan, KPU sudah mengantisipasi hal tersebut. "Kami tentu berharap ada revisi terhadap undang-undang (pilkada). Karena, kan semua pihak kalau saya lihat komentarnya, sepanjang ini diatur di dalam undang-undang, maka kita bisa terima," kata dia.

Sementara, aturan larangan mantan napi korupsi ini mendapat tanggapan berbeda dari anggota Komisi II DPR. Anggota Komisi II Fraksi Partai Go longan Karya (Golkar) Zulfikar Arse Sadikin mengaku merasa tergeltiik dengan aturan tersebut.

"Ada semangat, apalagi teman-teman KPU memasukkan kembali tidak boleh mantan napi menjadi paslon?" ujar Zulfikar di Kom pleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11).

Ia menjamin ada kesadaran etis yang dijunjung tinggi partai politik sehingga tidak dimungkinkan partai politik mencalonkan eks napi korupsi. Menurut dia, jangan sampai dari segi hukum diperbolehkan, tetapi KPU ma lah tidak memperbolehkan. Kemudian, anggota Komisi II DPR dari Frak si Partai Gerindra Kamrussamad mengapresiasi usulan perubahan PKPU. Ia menyoroti kata "atau korupsi" pada syarat tambahan yang dima sukkan di dalam PKPU.

"Harusnya, kata mantan koruptor ini di awal sebelum kata 'mantan napi narkoba'. Sehingga, keberpihakan yang sangat kuat lahirnya pemimpin daerah yang berkualitas," kata dia.

Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wi bowo menilai, aturan pelarangan eks koruptor bisa dimasukkan jika revisi undang-undang pilkada dilakukan. Namun, menurut dia, usulan revisi UU Pilkada sangat kecil kemungkinan dilakukan dalam waktu dekat.

"Tampaknya sih begitu (sulit dilakukan revisi dalam waktu dekat). Tapi, kita lihat perkembangannya, sejauh revisi tidak mengganggu tahapan dan urusannya memperbaiki sistem dan semangatnya sama untuk memberantas tumbuh kembangnya korupsi," kata Arif.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menjelaskan, adanya revisi UU Pilkada dikhawatirkan akan mengganggu tahapan yang saat ini sudah berjalan. Namun, ia tidak menutup kemungkinan jika nantinya revisi tetap dilakukan. "Kalau toh harus revisi, pada bagian mana yang tidak mengganggu tahapan. Padahal, persiapan pencalonan, terutamanya perseorangan, itu akan dimulai awal Desember. Kalau direvisi, bagaimana," ujarnya.

Sebelumnya, KPU pernah memasukkan larangan eks koruptor mencalonkan diri pada Pemilu 2019 dalam Peraturan KPU. Namun, larangan tersebut dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Setelah upaya melarang koruptor dalam pemilu gagal, KPU hanya bisa mengimbau partai politik untuk menyaring calon anggota legislatif agar tidak mencalonkan mantan koruptor. Imbauan KPU ini hanya dianggap sebelah mata. Ter bukti, masih ada puluhan mantan koruptor diusung parpol untuk dicalonkan dalam pemilu.

Aturan Larangan Eks Koruptor Dibatalkan MA

* Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota.

* Pasal 60 huruf j Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, menjadi bakal calon anggota bacaleg dalam Pemilu 2019.

Sumber: Pusat Data Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement