REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Asosiasi Buruh Yogyakarta (ABY) menyatakan tidak menerima penetapan UMP dan UMK DIY 2020 yang baru ditetapkan beberapa waktu lalu. Sebab, upah yang ditetapkan tidak sesuai dengan kebutuhan pekerja di DIY.
UMP DIY 2020 yang telah ditetapkan sebesar Rp 1.704.608,25. Sementara, UMK yang paling tinggi ditetapkan yakni untuk Kota Yogyakarta sebesar Rp 2.004.000.
UMK Kabupaten Sleman sebesar Rp 1.846.000, setelah itu Kabupaten Bantul sebesar Rp 1.790.500. Disusul Kabupaten Kulonprogo sebesar Rp 1.750.500 dan terakhir Gunungkidul sebesar Rp 1.705.000.
"Artinya ada defisit upah yang harus diterima buruh untuk mencukupi kebutuhan hidup layak yang digunakan," kata Sekjen Asosiasi Buruh Yogyakarta, Kirnadi kepada Republika.co.id, Senin (4/11) malam.
Menurutnya, kebutuhan hidup layak buruh di DIY masih jauh di atas UMP dan UMK 2020 tersebut. Bahkan, industri di DIY baik industri yang bergerak dalam bidang pariwisata maupun industri lainnya sudah mampu membayar upah di atas UMP dan UMK.
Untuk itu, ia menegaskan, Pemda DIY perlu untuk menetapkan upah minimum sektoral. Sebab, penetapan upah minimum sektoral sendiri merupakan kewenangan yang diberikan kepada Pemda.
"Industri pariwisata, hotel, makanan dan hiburan itu mampu untuk menggaji buruhnya dengan upah minimum sektoral," katanya.
Terkait upah minimum sektoral, perlu ditindaklanjuti secepatnya oleh Pemda DIY. Namun, hingga saat ini, katanya, belum ada rencana Pemda DIY untuk menerapkan hal tersebut.
Padahal, pihaknya sudah beberapa kali menyuarakan hal tersebut kepada Pemda DIY. Baik melalui komunikasi secara langsung, bahkan juga dengan menyalurkan aspirasi dengan menggelar aksi.
"Ini yang perlu segera ditindaklanjuti gubernur untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Namun, lagi-lagi ini tidak pernah dibahas gubernur dan tidak pernah dijadikan sebagai isu yang dalam rangka perbaikan kesejahteraan buruh," ujarnya.