Selasa 05 Nov 2019 08:18 WIB

Jokowi-PM Lee Ingatkan ASEAN Soal Resesi, Ada Apa?

Jokowi juga menyampaikan solidaritas dalam menghadapi bencana juga sangat penting.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, kiri kelima, berfoto bersama dengan pemimpin ASEAN dari kiri; Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc, Brunei Sultan Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Presiden Indonesia Joko Widodo, dan Perdana Menteri Laos Thongloun Sisoulith saat KTT ASEAN-Jepang di Nonthaburi, Thailand, Senin (4/11).
Foto: AP Photo/Gemunu Amarasinghe
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, kiri kelima, berfoto bersama dengan pemimpin ASEAN dari kiri; Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc, Brunei Sultan Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Presiden Indonesia Joko Widodo, dan Perdana Menteri Laos Thongloun Sisoulith saat KTT ASEAN-Jepang di Nonthaburi, Thailand, Senin (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak negara-negara anggota ASEAN Plus Three (APT) lebih solid dalam menghadapi ancaman resesi ekonomi dunia. Bagi Jokowi, APT yang beranggotakan negara ASEAN ditambah Jepang, Cina, dan Korea Selatan memiliki modal yang kuat untuk bertahan dari ancaman perlambatan ekonomi global.

"Lebih dari dua dekade, APT solid menghadapi tantangan. Dari mekanisme penguatan cadangan devisa hingga ketahanan pangan dan dari mekanisme respons tanggap darurat bencana hingga deteksi awal krisis ekonomi," kata Jokowi dalam KTT ke-22 APT yang berlangsung di sela KTT ke-35 ASEAN di Bangkok, Thailand, yang berakhir Senin (4/11).

Baca Juga

Selain dihadiri pemimpin negara-negara ASEAN, KTT APT ini dihadiri oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, dan Perdana Menteri Cina Li Keqiang. Jokowi menganggap APT merupakan jangkar stabilitas keamanan dan kesejahteraan di kawasan.

Bahkan, ke depan, kata Jokowi, tantangan yang dihadapi kawasan akan semakin besar dengan rivalitas geopolitik dan geoekonomi yang semakin meruncing. Lebih lanjut Presiden mengingatkan, tantangan keamanan tradisional dan nontradisional juga semakin meningkat.

"Ancaman resesi ekonomi menghantui negara di kawasan. Situasi tersebut diperparah dengan meningkatnya proteksionisme dan ketidakpastian penyelesaian perang dagang," kata Jokowi.

Untuk menyikapi dinamika tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan dua hal, yaitu pentingnya memperkuat saling percaya dan pentingnya solidaritas dalam menghadapi bencana. Demi memperkuat saling percaya, Presiden berharap agar soliditas negara APT diperkuat.

"Strategic trust harus dikokohkan, rasa saling percaya harus terus dipupuk, habit of dialogue harus terus dikedepankan," kata Presiden.

Jokowi juga menyampaikan bahwa solidaritas dalam menghadapi bencana juga sangat penting karena kawasan Asia Timur menghadapi tantangan yang sama, yaitu rentan terhadap bencana alam. Bahkan, kerugian akibat bencana di kawasan kita pada tahun 2016, misalnya, tercatat sebesar 91 miliar dolar AS.

"Dalam hal ini, saya tegaskan kembali pentingnya bersinergi memperkuat ketahanan finansial menghadapi bencana, termasuk dengan mengembangkan pembiayaan dan asuransi untuk risiko bencana," katanya. Oleh karena itu, Jokowi menyambut baik inisiatif pembiayaan risiko bencana dan upaya pemulihan cepat pascabencana melalui Fasilitas Asuransi Risiko Bencana Asia Tenggara (SEADRIF).

Perdana Menteri Singapura Lee Hsian Loong juga menyampaikan pesan serupa. Menurut dia, APT perlu meningkatkan kerja sama guna mengantisipasi krisis finansial mendatang.

PM Lee menyampaikan, perdagangan antara ASEAN, Cina, Korsel, dan Jepang yang tumbuh sebesar 7,4 persen tahun lalu adalah basis yang kuat sebagai pertahanan menghadapi ketidakpastian perekonomian dunia. “Sehubungan angin kencang global, kita harus meningkatkan kemampuan regional menghadapi resesi dan krisis finansial,” ujar PM Lee dalam KTT APT, seperti dilansir Channel News Asia, kemarin.

Secara konkret, menurut PM Lee, hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan dukungan untuk Inisiatif Multilaterisasi Chiang Mai dan Badan Riset Makroekonomik APT. Sokongan terhadap perogram-program tersebut bisa meningkatkan daya tahan regional.

Selain kerja sama perekonomian, peningkatan keterhubungan dan saling bergantung antara ASEAN dan ketiga negara bisa membantu mencapai tujuan bersama. “Saya mendoorng ketiga negara untuk bekerja dengan ASEAN guna sepenuhnya mengimplementasikan masterplan ASEAN Connectivity 2025,” kata PM Lee.

Ia juga menyatakan, APT bisa terus mempromosikan jenis keterhubungan lain, seperti kolaborasi dalam ekonomi digital. PM Lee mengapresiasi langkah konkret yang telah dilakukan Jepang dengan menjadi tuan rumah Pertemuan Tingkat Tinggi Smart Cities Jepang-ASEAN, juga hal serupa yang dilakukan Cina dan Korsel.

photo
Presiden Joko Widodo (kanan) mengikuti KTT ke-22 ASEAN Plus Three (APT) di Bangkok, Thailand, Senin (4/11/2019).

RCEP tertunda

Penandatanganan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang melibatkan 10 negara anggota ASEAN plus Cina, Korsel, Jepang, India, Australia, dan Selandia Baru batal ditandatangani pada KTT ke-35 ASEAN di Bangkok, Thailand. Penandatanganan RCEP dijadwalkan pada Februari 2020.

"Negosiasi tadi malam (Ahad) adalah konklusif. Akan ada pengumuman bersama tentang keberhasilan perjanjian RCEP oleh para pemimpin hari ini. India adalah bagian dari ini juga dan akan bersama-sama membuat pengumuman. Penandatanganan akan dilakukan tahun depan," kata Menteri Perdagangan Thailand Jurin Laksanawisit pada Senin (4/11).

Partisipasi India dalam RCEP memang dikabarkan menggantung tanpa kepastian. Dorongan untuk menuntaskan RCEP datang karena adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina. Namun, New Delhi mengkhawatirkan potensi banjir impor dari Cina jika bergabung dalam RCEP.

Meskipun Thailand telah menyatakan bahwa India tetap berada dalam RCEP, seorang pejabat India yang mengetahui perundingan pada Ahad lalu mengatakan, tidak semuanya telah diselesaikan dalam pembicaraan. "Semua diputuskan secara politis," katanya seraya menambahkan bahwa diskusi masih berlangsung.

Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham turut mengungkapkan bahwa India masih ingin melanjutkan negosiasi. "Sepemahaman saya, India akan melanjutkan diskusi dan negosiasi. Pintu kami selalu terbuka untuk India," ujarnya saat ditanya awak media apakah India akan bergabung dalam RCEP pada Senin.

Dalam pidato pembukaan KTT ASEAN ke-35 pada Ahad lalu, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengutarakan harapannya agar kesepakatan RCEP dapat tercapai tahun ini. Dia menilai hal itu penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, perdagangan, dan investasi. n sapto andika candra/kamran dikarma/reuters ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement