Selasa 05 Nov 2019 08:11 WIB

Vonis Bebas Sofyan Basir

Sofyan tak ada dalam daftar pejabat negara yang menerima komitmen fee dari proyek itu

Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir memeluk kerabatnya usai pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/11).
Foto: PUSPA PERWITASARI/ANTARAFOTO
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir memeluk kerabatnya usai pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta memutuskan terdakwa Sofyan Basir tak bersalah dalam perkara korupsi suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Atas keputusan mufakat lima hakim tipikor itu, mantan direktur utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tersebut bebas dari semua dakwaan dan tuduhan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum dalam dakwaan pertama dan kedua," ujar Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta Hakim Hariono saat membacakan putusan di PN Jakarta, Senin (4/11).

Baca Juga

Hakim Hariono juga memerintahkan agar Sofyan segera dibebaskan dari tahanan. “Memerintahkan Saudara Sofyan Basir untuk segera dibebaskan,” ia melanjutkan.

Hakim juga memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk memulihkan hak-hak Sofyan sebagai terdakwa yang dibebaskan dari seluruh tuduhan. Selanjutnya, memerintahkan jaksa KPK untuk membuka seluruh rekening bank atas nama Sofyan dan keluarganya yang selama ini terblokir karena statusnya sebagai terdakwa.

KPK menetapkan Sofyan sebagai tersangka dan kemudian menahannya pada akhir Mei lalu. KPK menduga Sofyan melakukan perbantuan korupsi proyek PLTU Riau-1 2015.

Dalam persidangan, Sofyan didakwa memfasilitasi pertemuan yang berujung suap oleh pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo yang memberikan uang senilai Rp 4,75 miliar. Uang diberikan masing-masing kepada mantan wakil ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan eks sekjen Partai Golkar Idrus Marham terkait proyek pembangunan Independent Power Producer (IPP) di PLTU Riau-1 pada 2015 senilai 900 juta dolar AS. Jaksa KPK menuntut Sofyan dengan hukuman lima tahun penjara dan denda uang sebesar Rp 200 juta.

Dalam putusan PN Tipikor sebelumnya, Johanes, Eni, juga Idrus sudah dinyatakan bersalah dan dihukum penjara enam tahun, empat setengah tahun, serta lima tahun penjara. Dalam persidangan, Eni Saragih sempat bersaksi bahwa mantan ketua umum Golkar Setya Novanto juga sempat dijanjikan fee dari proyek PLTU tersebut. Eni juga menyampaikan bahwa Sofyan sempat membicarakan soal fee dengan Johanes.

Baik Sofyan maupun Setya Novanto dalam persidangan mengaku sempat bertemu untuk membicarakan proyek-proyek pembangkit listrik. Meski begitu, mereka berdua berkilah bahwa pembicaraan itu bukan tentang suap-menyuap.

Anggota majelis hakim, Anwar, dalam pertimbangan amar putusan terhadap Sofyan menerangkan, yang bersangkutan tak tahu-menahu tentang suap dalam proyek IPP PLTU Riau-1. Majelis Hakim juga meyakini kesaksian para terpidana bahwa Sofyan bukan penyelenggara negara yang menghendaki adanya proyek IPP PLTU Riau-1. Dalam pengakuan terpidana Johanes, dikatakan Hakim Anwar, Sofyan tak ada dalam daftar pejabat negara yang menerima komitmen fee dari proyek tersebut.

photo
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir meninggalkan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK, Jakarta, Senin (4/11).

Sofyan sempat tampak bingung saat Hakim Hariono meminta tanggapan. Ia kemudian mengaku menyerahkan segala kelanjutan dari putusan bebas tersebut kepada tim penasihat hukumnya.

Akan tetapi, Hakim Hariono menerangkan, Sofyan harus menanggapi sendiri karena putusan perkara Nomor 74/Pidsus TPK kali ini bebas murni. “Karena putusan ini bebas dengan penuh. Kami (saya) menerima keputusan ini,” kata Sofyan.

Selepas persidangan, Sofyan menyatakan rasa syukur bisa bebas dari dakwaan. Sofyan pun mengatakan, bebas dari tuduhan terlibat korupsi membuat ia ingin kembali mengabdikan diri kepada masyarakat. “Bebas di luar dan bisa membuat yang terbaik kembali untuk masyarakat. Terima kasih,” kata dia.

Sedangkan, jaksa KPK menyatakan belum akan mengambil sikap terkait putusan bebas Sofyan. “Kami menghormati keputusan yang disampaikan majelis hakim tadi. Tetapi, terkait putusan tersebut, untuk sementara waktu kami menyatakan pikir-pikir,” kata jaksa KPK. Tim penuntut meminta majelis hakim untuk segera memberikan salinan putusan agar tim penuntut dapat menjalankan keputusan bebas dari tahanan terhadap Sofyan.

Pihak KPK juga menyatakan akan mendiskusikan secara internal putusan bebas terhadap Sofyan Basir. "Nanti jaksa KPK akan melaporkan kepada kami, setelah itu kami akan mendiskusikan secara internal dan biasanya saya tidak bisa mendahului. Tetapi, kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membuktikan itu," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Senin. Soal banding terkait putusan Sofyan tersebut, Syarif menyatakan, hal tersebut memerlukan waktu.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan kecewa dengan putusan bebas terhadap Sofyan Basir. "Kami meyakini bukti yang dibawa KPK telah solid dalam persidangan. Bahkan, beberapa kali pada persidangan dengan terdakwa yang berbeda, nama Sofyan Basir kerap disebutkan," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, kepada Republika, Senin.

Kurnia mendorong agar jaksa KPK segera melakukan kasasi terkait putusan ini. Ia mengatakan, kasus yang terkait dengan Sofyan Basir ini terjadi di masa-masa upaya pelemahan KPK. "Penting untuk diperhatikan bahwa bebasnya Sofyan Basir terjadi di saat pelemahan KPK juga sedang berjalan. Vonis bebas kepada terdakwa kasus korupsi mesti diletakkan dalam bingkai pelemahan pada pemberantasan korupsi," kata dia lagi.

Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan, meminta KPK belajar dari vonis bebas terhadap Sofyan. "Mudah-mudahan jadi pembelajaran, menjadi cambuk bagi KPK, khususnya penyidik dan penuntut umum KPK, untuk lebih hati-hati lagi, untuk cermat lagi, bagaimana melakukan penegakan hukum," kata Arteria di Kompleks Parlemen Senayan, kemarin. n bambang noroyono/ali mansur/arif satrio nugroho/antara, ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement