Senin 04 Nov 2019 13:21 WIB

Demo di Hong Kong yang tak Lagi Damai

Kantor berita Xinhua dirusak massa unjuk rasa Hong Kong pada Sabtu pekan lalu.

Kantor berita Cina, Xinhua di Hong Kong dirusak demonstran, Sabtu (2/11). Unjuk rasa di Hong Kong telah memasuki pekan ke-22.
Foto:

Demonstrasi yang memanas di Hong Kong berujung pada penangkapan lebih dari 200 orang dalam semalam. Pada Sabtu, aksi unjuk rasa berlangsung tanpa henti hingga Ahad (3/11) dini hari.

Polisi Hong Kong seperti dilaporkan Reuters mengatakan, dua orang dalam kondisi kritis dalam aksi unjuk rasa akhir pekan lalu itu. Namun, polisi tidak memberikan detail tentang kedua korban yang ditinggalkan dalam kondisi kritis.

Aksi demonstrasi lanjutan direncanakan kembali digelar pekan ini. Kali ini, agenda tuntuan yakni penyelidikan independen terhadap perilaku represif polisi.

Sementara itu, media pemerintah Cina menyerukan upaya keras terhadap para pemrotes yang merusak kantor berita Xinhua. Mereka mengatakan aksi perusakan itu telah merusak tatanan hukum.

photo
Pejalan kaki terperangkap dalam awan gas air mata yang ditembakkan oleh polisi anti-huru hara setelah demonstrasi menentang kebrutalan polisi dan untuk berdiri bersama Muslim dan wartawan di Hong Kong, Cina, 27 Oktober 2019.

Dalam sebuah editorial surat kabar China Daily yang dilansir Channel News Asia, media pemerintah itu mengkritik serangan brutal oleh para pengunjuk rasa yang 'naif'. "Mereka ditakdirkan untuk gagal hanya karena kekerasan akan menemui beratnya hukum," tulis China Daily.

Sementara itu, Tabloid Global Times mengutuk tindakan para pengunjuk rasa yang menargetkan Xinhua. Pihaknya menyerukan aksi oleh lembaga-lembaga penegak hukum Hong Kong.

"Karena citra simbolis Xinhua, perusakan cabang tidak hanya provokasi terhadap aturan hukum di Hong Kong, tetapi juga kepada pemerintah pusat dan daratan Cina, yang merupakan tujuan utama para perusuh," katanya.

Pada Jumat pekan lalu, setelah pertemuan para pemimpin Cina, seorang pejabat senior Cina mengatakan tidak akan mentolerir separatisme atau ancaman terhadap keamanan nasional di Hong Kong. Dia menegaskan akan "menyempurnakan" cara itu dengan menunjuk pemimpin kota.

Lima bulan terakhir protes antipemerintah di bekas jajahan Inggris itu merupakan tantangan terbesar bagi pemerintahan Presiden Xi Jinping sejak ia mengambil alih kepemimpinan Cina pada akhir 2012. Para pengunjuk rasa marah pada campur tangan Cina dengan kebebasan Hong Kong, termasuk sistem hukumnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement