Senin 04 Nov 2019 13:21 WIB

Demo di Hong Kong yang tak Lagi Damai

Kantor berita Xinhua dirusak massa unjuk rasa Hong Kong pada Sabtu pekan lalu.

Kantor berita Cina, Xinhua di Hong Kong dirusak demonstran, Sabtu (2/11). Unjuk rasa di Hong Kong telah memasuki pekan ke-22.
Foto: EPA/Jerome Favre
Kantor berita Cina, Xinhua di Hong Kong dirusak demonstran, Sabtu (2/11). Unjuk rasa di Hong Kong telah memasuki pekan ke-22.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Shelbi Asrianti, Lintar Satria, Fergi Nadira

Protes berkepanjangan di Hong Kong telah menginjak pekan ke-22. Pengunjuk rasa yang semula melakukan aksi damai untuk menyerukan protes terhadap kebijakan pemerintah, kini mengarah pada tindakan anarkistis dan perusakan.

Pada Sabtu (2/11), sebagian demonstran merangsek ke gedung Xinhua, kantor berita Cina. Mereka menghancurkan pintu dan jendela, melukisi dinding dengan grafiti, dan membuat kerusakan-kerusakan lain sampai kebakaran terjadi di lobi kantor.

Dikutip dari laman Fox News, pengunjuk rasa agaknya terus menargetkan perusahaan atau lembaga bisnis yang punya hubungan langsung dengan Beijing. Eskalasai kekerasan terus bergulir sejak protes yang sudah berlangsung sejak awal Juni.

Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan bahwa beberapa oknum di antara demonstran merusak toko-toko, melakukan pembakaran, dan meletakkan paku di jalan. Akibat aksi, kebakaran sempat terjadi di pintu masuk sebuah stasiun metro.

Massa mencabut dua unit telepon umum dari biliknya dan melemparkan ke api yang menyala. Mereka lantas berpindah ke daerah perbelanjaan kelas atas sambil meneriakkan slogan-slogan prodemokrasi. Kerumunan besar itu kemudian pindah ke Victoria Park.

Pengunjuk rasa menggali tiang gawang dan pagar logam dari dasar lapangan sepak bola Victoria Park untuk memblokir pintu masuk. Akhirnya, polisi menembakkan gas air mata ke arah mereka karena aksi sudah dinilai melanggar.

Kekacauan itu merepresentasikan kemarahan massa yang menumpuk. Aksi yang semula memprotes RUU Ekstradisi sudah meluas kepada gerakan yang mendesak tuntutan lain, termasuk tuntutan pemilihan langsung para pemimpin kota.

photo
Demonstrasi di Hong Kong, Sabtu (2/11)

Sehari sebelumnya, para pengunjuk rasa antipemerintah menyerukan "panggilan darurat" global untuk otonomi bagi Hong Kong. Aktivis prodemokrasi terkemuka, Joshua Wong menyerukan 100 ribu orang untuk melakukan aksi unjuk rasa pada pekan ke-22.

"Jika semakin banyak orang, tidak hanya beberapa ribu, tetapi jika lebih dari 100.000 warga Hong Kong turun ke jalan besok, itu dapat membuat dunia tahu bagaimana orang-orang Hong Kong berjuang untuk pemilihan yang bebas," kata Wong kepada wartawan dilansir Channel News Asia, Sabtu (2/11).

Polisi Hong Kong merespons aksi pada Sabtu dengan tembakan gas air mata untuk membubarkan ribuan pengunjuk rasa Banyak demonstran yang berkumpul di Victoria Park pada Sabtu (2/11) memakai pakaian hitam-hitam dan masker yang sudah dilarang pemerintah.

Demonstran bergerak cepat menuju Victoria Park melalui distrik perbelanjaan Causeway Bay. Beberapa orang menyingkirkan pagar kawat untuk membangun barikade di jalan. Beberapa pengunjuk rasa lainnya menutupi aksi itu dengan payung.

Banyak pengunjuk rasa yang menyanyikan lagu nasional Inggris dan Amerika. Mengibarkan bendera dua negara itu dan menyerukan kemerdekaan. Sesuatu yang dilarang oleh pemimpin Partai Komunis Cina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement