REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, tak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia berdalih akan menghormati proses uji materi yang masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kita melihat bahwa sekarang ini masih ada proses uji materi di MK. Kita harus menghargai proses-proses seperti itu," ujar Jokowi saat berbincang dengan awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11).
Penerbitan Perppu KPK didesak oleh berbagai kalangan setelah DPR dan pemerintah mengesahkan hasil revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Aturan yang saat ini berlaku sebagai UU Nomor 19 tahun 2019 tersebut dinilai mengadung banyak poin pelemahan kelembagaan KPK. Di antaranya, kelembagaan KPK yang di bawah rumpun eksekutif, pembentukan dewan pengawas (dewas) KPK yang ditunjuk presiden, dan pemangkasan kewenangan penanganan kasus yang menyita perhatian publik.
Menurut Jokowi, dalam bertata negara juga diperlukan etika dan sikap sopan santun. Sehingga, jika UU KPK masih diuji di MK, pemerintah tak perlu mengeluarkan keputusan lainnya.
"Jangan ada orang yang masih berproses uji materi kemudian langsung ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain. Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertatanegaraan," jelas Jokowi.
Wacana penerbitan Perppu sempat menguat ketika Jokowi menanggapi tuntutan para mahasiswa pada September lalu. Saat itu, Jokowi mengaku akan mempertimbangkan penerbitan perppu setelah mendengarkan masukan dari berbagai kalangan.
Pada Senin (29/10), Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan, penerbitan perppu KPK hanya tinggal menunggu keputusan Presiden Jokowi. Menurut Mahfud, berbagai masukan sudah diolah untuk kemudian diputuskan akan menerbitkan perppu atau tidak.
"Sekarang kita tinggal menunggu Presiden bagaimana. Sudah diolah," kata Mahfud.
Proses di MK
UU nomor 19 itu digugat 25 advokat yang juga berstatus sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Islam as-Syafi'iyah, 18 mahasiswa gabungan sejumlah universitas di Indonesia, dan seorang advokat bernama Gregorius Yonathan Deowikaputra. Dalam permohonanya, pemohon tidak hanya mengajukan uji formal atas UU KPK hasil revisi, tetapi juga uji materiel.
Menurut penggugat, ada kerugian konstitusional yang dialami pihaknya atas UU KPK hasil revisi. Pasalnya, dari sisi formal, penerbitan UU itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bahkan cenderung melanggar prosedur. Penggugat menilai, UU tersebut disahkan tidak melalui rapat paripurna yang kuorum oleh DPR.
Di sisi materiel, pemohon mempermasalahkan Pasal 21 ayat (1) huruf a yang mengatur tentang dewan pengawas. Pemohon menilai, adanya dewan pengawas KPK justru berpotensi menyebabkan KPK menjadi tidak independen. Dalam sidang pendahuluan dengan agenda perbaikan permohonan di Gedung MK, Senin (28/10), Ketua MK, Anwar Usman mengatakan, permohonan uji materi tersebut akan dibahas dalam rapat permusyawarahan hakim (RPH).
"Hasil dari persidangan ini akan disampaikan ke RPH, bagaimana kelanjutan dari perkara ini, apakah akan diteruskan atau akan berakhir sampai di sini, langsung putusan atau masih dilanjutkan ke sidang pleno dan sebagainya," kata Anwar Usman.
Ia juga meminta para pemohon menunggu pemberitahuan soal kelanjutan persidangan atau langsung putusan.
Dewan Pengawas KPK
Sementara itu, soal pembentukan dewas pengawas KPK, Jokowi mengaku, akan menunjuk langsung. Ia memastikan tak akan membentuk panitia seleksi (pansel) untuk menyaring para anggota dewas KPK.
"Untuk pertama kalinya tidak lewat pansel," ujar Jokowi.
Berdasarkan Pasal 37E ayat 2 UU KPK yang baru, disebutkan dalam mengangkat ketua dan anggota Dewas KPK, Presiden membentuk panitia seleksi. Namun, dalam Pasal 69A disebutkan, ketua dan anggota Dewas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden RI.
"Hal ini sudah tercantum di peraturan peralihan yang ada. Di pasal 69A," ujar Jokowi.
Dalam UU itu, Dewas KPK berjumlah lima orang. Mereka bertugas antara lain, mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.
Jokowi mengklaim, orang-orang yang ditunjuknya merupakan sosok yang memiliki kredibilitas yang baik. Ia juga mengaku masih menerima masukan-masukan terkait sosok yang akan dipilihnya sebagai anggota lembaga baru di KPK tersebut.
"Ya saat ini untuk dewan pengawas KPK, kita masih dalam proses mendapatkan masukan-masukan untuk siapa yang nanti bisa duduk di dalam Dewan Pengawas KPK," kata dia.
Jokowi juga ternyata sudah merencanakan jadwal pelantikan para penjabat dewas. Menurut dia, mereka akan dilantik bersamaan dengan pengambilan sumpah pimpinan komisioner KPK yang baru, yakni pada Desember 2019.
(ed: ilham tirta)