Jumat 01 Nov 2019 17:49 WIB

Jokowi Mengaku tak Perintahkan Pemekaran Papua

Jokowi menegaskan ia dalam posisi mendengarkan aspirasi pemekaran Papua.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kanan) meninjau bangunan yang rusak akibat kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin (28/10/2019).
Foto: Antara/Marius Wonyewun
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kanan) meninjau bangunan yang rusak akibat kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin (28/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan rencana pemekaran di Papua merupakan aspirasi dari masyarakat bawah yang ditemuinya saat berdialog di Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Menurut Jokowi, ia tak menawarkan ataupun memerintahkan untuk membentuk provinsi baru di Papua. 

"Lho itu kan aspirasi dari bawah yang saya temui waktu dialog. Keinginan-keinginan mereka. Keinginan beliau-beliau, tokoh-tokoh yang ada di Pegunungan Tengah. Saya pada posisi mendengar lho. Saya pada posisi mendengar. Bukan saya menawarkan atau saya memerintahkan. Ndak lho, ndak-ndak," jelas dia saat berbincang dengan awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11).

Baca Juga

Presiden menegaskan, selama ini pemekaran wilayah masih moratorium. Karena itu, usulan pembentukan provinsi baru di Pegunungan Tengah akan ditindaklanjuti dengan melakukan kajian dan kalkulasi yang matang.  "Jawaban saya saat itu adalah akan saya tindaklanjuti dengan kajian-kajian, dengan kalkukasi yang matang," ujar Jokowi. 

Jokowi pun memaklumi adanya penolakan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) terkait rencana pemekaran ini. Namun, ia menegaskan akan memutuskan kebijakan yang terbaik untuk negara. "Dalam sebuah negara besar apalagi dalam forum besar seperti di Papua ya dalam negara demokrasi ini perbedaan-perbedaan kan biasa," ucapnya.

Sebelumnya, Majelis Rakyat Papua (MRP) menolak pembentukan dua provinsi baru di Bumi Cenderawasih. Ketua MRP Timotius Murib menegaskan, penambahan dua wilayah tingkat satu yang baru di Papua, bukan solusi dari persoalan yang dialami rakyat Papua selama ini. 

Alih-alih menyetujui, Timo mengatakan wacana pembentukan dua provinsi baru akan memicu konflik horizontal antara sesama rakyat yang wilayahnya akan dimekarkan.

“MRP sebagai (lembaga) aspirasi kultural sangat menyesal kalau ini (wacana pemekaran) dipaksakan. Karena hanya akan memakan korban rakyat Papua sendiri. Rakyat Papua yang akan menjadi tumbal. MRP akan menolak. Saat ini, kami dalam posisi menolak,” kata Bapa Timo saat dihubungi Republika.co.id, dari Jakarta, Selasa (29/10). 

Menurut Timo, meski belum resmi diputuskan, wacana pemerintah pusat membentuk dua provinsi baru di wilayah paling timur di Indonesia tersebut, cacat prosedural ketatanegaraan.

Timo menerangkan, MRP merupakan lembaga resmi negara yang khusus ada di Papua. MRP punya kewenangan yang mengacu dalam UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Dalam beleid tersebut, kata Timo Pasal 76 menebalkan tentang aturan main pemekaran. 

Ia menerangkan, pemekaran berawal dari ajuan eksekutif di tingkat provinsi dan kabupaten yang disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Ajuan tersebut, pun kata dia, mengharuskan adanya kajian menyangkut tentang kebutuhan rakyat Papua yang wilayahnya akan dimekarkan.

Setelah eksekutif dan DPRP melakukan pembahasan, persetujuan terakhir ada di MRP. Persetujuan MRP itu, kata Timo, tak asal. Karena mengharuskan MRP memperhatikan aspek kesatuan sosial adat dan budaya suku dan masyarakat, serta kesiapan sumber daya manusia, juga kemampuan perekonomian wilayah baru yang akan dibentuk. Persetujuan dari MRP akan menjadi rekomendasi utama bagi pusat untuk melakukan pemekaran. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement