Jumat 01 Nov 2019 16:51 WIB

Radikalisme Diganti Manipulator Agama, PAN: Makin Lucu

Hanafi Rais menilai pemahaman pemerintah terkait radikalisme masih kurang baik.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Umum PAN, Hanafi Rais (tengah) menanggapi sejumlah isu yang beredar, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (1/11).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Umum PAN, Hanafi Rais (tengah) menanggapi sejumlah isu yang beredar, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hanafi Rais menilai pemahaman pemerintah terkait radikalisme masih kurang baik. Karena itu, ia menilai, keinginan Presiden Joko Widodo menyebut radikalisme dengan manipulator agama menunjukkan kelucuan negeri ini.

"Saya malas komen kalau makin lucu ini. Ya mau diganti istilah itu sama saja, istilah mengganti radikalisme dengan manipulator agama itu sama saja," ujar Hanafi di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (1/11).

Baca Juga

Ia menilai hal tersebut serupa dengan yang pernah terjadi pada Orde Baru. Kala itu, pemerintah tidak mau dibilang korupsi dengan menggunakan istilah 'kesalahan prosedur'.

"Istilah mengganti radikalisme dengan manipulator agama itu sama saja dulu cara pandang Orde Baru tidak mau dibilang korupsi, tapi dibilangnya kesalahan prosedur. Sama tidak kira-kira," ujar Hanafi.

PAN mengingatkan Jokowi dan jajaran pemerintahannya untuk menggunakan kosa kata yang lebih baik. Khususnya terkait radikalisme yang saat ini menjadi musuh bersama masyarakat Indonesia.

"Semangat ukhuwah apapun yanh kita lakukan untuk membawa ukhuwah itu lebih kita ke depankan, daripada semangat untuk mempertahankan atau merasa yang paling benar," ujar Hanafi.

Hanafi juga mengkritisi pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi soal cadar dan celana cinkrang. Ia meminta mantan wakil panglima TNI itu menghentikan isu-isu radikalisme yang tak ada korelasinya.

Jika niat Fachrul memberantas radikalisme yang berkembang di Indonesia, menurut Hanafi, hal tersebut justru menimbulkan polemik yang terjadi di masyarakat, khusunya umat Muslim. "Jadi jangan memunculkan isu yang sebenarnya tidak penting. Itu jangan-jangan malah menutupi kapasitasnya sendiri yang mungkin tidak bisa atau tidak mampu," ujar Hanafi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement