REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR fraksi PDI Perjuangan Rahmad Handoyo meminta data kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus segera diperbaiki. Hal ini menyusul langkah pemerintah menaikan iuran bagi peserta BPJS Kesehatan bukan penerima upah (PBPU) dan peserta mandiri.
Ia berpandangan, BPJS Kesehatan harus menyisir lagi data kepesertaan. Ia mengingatkan jangan sampai orang-orang yang seharusnya mampu malah disubsidi oleh negara.
"Nah kalau sistem kepesertaannya benar-benar disubsidi oleh negara, kemudian yang mestinya itu bisa mandiri kemudian disubdisi negara ya harus dikeluarkan oleh manajemen BPJS sendiri. Ya memang harus data yang kuat, harus jemput bola BPJS," kata Rahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10).
Pada kesempatan itu, Rahmad juga menyatakan memahami kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Menurutnya kenaikan tersebut merupakan imbas dari karut-marut data kepesertaan.
"Saya kira salah satu jalan, oke kita hormati langkah pemerintah itu adalah domain, karena kalau tidak dinaikan ya kalau BPJS ambruk bagaimana?" ujarnya
Rencananya DPR baru akan memanggil dirut BPJS Kesehatan pekan depan. Komisi IX DPR RI juga akan mendengarkan visi presiden dari Kementerian Kesehatan.
"Kami tentu langkah pertama kami akan berdiskusi masalah brainstorming ya perkenalan dulu, yang kedua kita mendengarkan, tentu setelah mendengarkan tentu kita harus bekerja cepat, ini kan ada isu yang harus diambil langkah salah satunya BPJS yg harus kita ambil sikap," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2020 bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja. Kenaikan menjadi sebesar Rp 42 ribu per bulan untuk kelas III, Rp110 ribu per bulan untuk kelas II dan Rp160 ribu per bulan untuk kelas I.