Jumat 01 Nov 2019 07:37 WIB

Ketua DPRD Minta Anies Copot Anak Buah

Djarot mengatakan pentingnya e-budgeting agar semua pihak bisa mengawasi.

Rep: Flori Sidebang/Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Program Anies Baswedan (ilustrasi)
Foto: republika
Program Anies Baswedan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar lebih tegas terhadap anak buahnya dalam jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ia bahkan meminta Anies untuk tidak segan mencopot anak buahnya yang tidak becus menyusun anggaran kebutuhan masing-masing bidang.

"Lebih tegaslah Pak Gubernur. SKPD yang tidak mampu bekerja, copot saja," kata Prasetyo, Kamis (31/10).

Prasetyo menyampaikan hal tersebut lantaran terdapat beberapa pengajuan anggaran dalam draf Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran (KUA-PPAS) 2020 yang oleh banyak pihak dinilai ganjil. Mulai dari pengajuan anggaran untuk influencer senilai Rp 5 miliar dan yang terbaru adalah anggaran yang diajukan Dinas Pendidikan untuk pembelian lem Aibon sebesar Rp 82 miliar serta pulpen Rp 123 miliar.

Ia pun turut menanggapi pernyataan Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi Nurhati yang menyebut anggaran Rp 82 miliar untuk pengadaan lem Aibon terjadi karena adanya salah tik dalam penginputan data.

"Namanya juga manusia, saat ketahuan bisa saja dia bilang salah tulis. Nah, seperti pulpen itu kan anggarannya besar sekali. Kalau sebesar itu saya juga enggak sependapat," ujar dia.

Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta bidang pemerintahan Gembong Warsono menanggapi pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyebut munculnya beberapa anggaran aneh akibat adanya masalah dalam sistem e-budgeting. Ketua Fraksi PDIP DKI itu mengatakan, Anies tidak perlu menyalahkan sistem yang sudah ada.

Adapun sistem elektronik APBD saat ini merupakan warisan dari Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama saat memimpin DKI Jakarta sebagai gubernur dan wakil gubernur pada 2012 lalu. "Jadi, ketika ada masalah, jangan melempar (kesalahan) kepada sistem," kata Gembong.

Menurut Gembong, pernyataan Anies itu tidak etis. Ia menilai, seharusnya orang nomor satu di DKI Jakarta itu menjaga transparansi penganggaran kepada masyarakat. Gembong menuturkan, saat menemukan kejanggalan maupun kesalahan yang dilakukan oleh jajarannya, sebagai seorang pemimpin, Anies semestinya sudah paham dalam menghadapi persoalan yang ada.

Meski demikian, Gembong menyebut, ia setuju dengan rencana sistem baru yang disampaikan Anies. Tapi, dia menekankan, walaupun ada sistem baru, tidak boleh menafikan sistem e-budgeting yang sudah ada.

"Kalau memang lebih baik, monggo. Tapi, jangan menafikan sistem yang sudah ada. Kalau tujuan untuk perbaiki sistem yang ada, kami hormati. Karena zaman berubah, setiap saat ada perubahan teknologi lebih canggih, kita senang hati," ujar dia.

Ia pun berpesan, sistem yang nantinya akan dibuat tidak boleh menghilangkan sikap transparansi. Sebab, kata dia, masyarakat sangat membutuhkan transparansi dalam perencanaan hingga pelaksanaan anggaran.

"Kenapa harus transparan, karena proses ini dimulai dari bawah, dari musrembang, setelah musrembang dianggarkan bersama DPRD. Artinya, publik mengharapkan keterbukaan seluruh informasi pembangunan DKI secara terang benderang. Saya sampaikan, era berubah, era keterbukaan itu ditunggu-tunggu, didambakan publik," kata Gembong menambahkan.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengaku, sudah mengetahui dan memanggil jajarannya mengenai sejumlah usulan anggaran aneh. Anies mengungkapkan, terkait hal itu terdapat permasalahan dalam sistem e-budgeting.

Anies juga menyalahkan sistem "warisan" penganggaran elektronik atau e-budgeting era Basuki Tjahja Purnama atau akrab disapa Ahok. Sistem tersebut, kata Anies, justru membuat sistem penganggaran tak transparansi.

"Ini ada problem sistem, yaitu sistem digital tetapi tidak smart (cerdas) ," kata Anies di Balai Kota, Jakarta, Rabu (30/10).

Anies menilai, jika memiliki sistem digital yang cerdas (smart system) maka dapat melakulan pengecekan, verifikasi, bahkan menguji usulan yang diajukan. Namun, kata dia, saat ini, sistem yang ada masih mengandalkan cara manual.

"Kalau smart system dia bisa melakukan pengecekan, verifikasi, bisa menguji. Ini sistem digital, tetapi masih mengandalkan manual," ujar Anies.

Menanggapi hal itu, Ahok mengaku tak mau berkomentar banyak. Namun, ia meyakinkan, melalui sistem e-budgeting semua orang mengetahui pengeluaran ABPD DKI.

"Aku tidak mau berkomentar, sudah lupa, yang pasti karena e-budgeting semua orang tahu pengeluaran APBD DKI," kata Ahok dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Kamis.

Terlebih, beberapa waktu ia harus mendekam di Mako Brimob karena pasal penistaan agama. "Yang pasti karena e-budgeting itu, semua orang yang mau tahu pengeluaran uang APBD DKI bisa dapatkan datanya, mulai dari pembelian pulpen, Aibon, hingga UPS (uninterruptible power supply)," ujar Ahok.

Mantan gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, kejanggalan dalam anggaran bukan semata-mata kesalahan Anies. "Tapi, kita bisa lacak siapa yang meng-input, siapa yang mengetuk anggaran itu dan itu sengaja atau tidak sengaja," ujar Djarot di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/10).

Namun, ia mengingatkan Anies untuk menindak pihak yang terbukti lalai memasukkan data anggaran tersebut. Karena, saat ini, hal itu menyebabkan kegaduhan di masyarakat.

Djarot juga menegaskan pentingnya e-budgeting. Dengan adanya hal tersebut, anggaran DKI Jakarta akan lebih transparan. Karena semua pihak dapat melihat dan mengawasinya.

"Dengan terbuka seperti ini maka bukan hanya anggota dewan yang melihat, menyisir anggaran, mencermati anggaran, tapi juga masyarakat bisa melihat," ujar anggota Komisi II DPR itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement