Kamis 31 Oct 2019 10:59 WIB

Serikat Pekerja Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Kenaikan iuran akan menurunkan daya beli pekerja.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nora Azizah
Petugas menata sejumlah kartu peserta BPJS Kesehatan, di kantor pelayanan BPJS Kesehatan Cabang Bekasi, di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (30/10/2019).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Petugas menata sejumlah kartu peserta BPJS Kesehatan, di kantor pelayanan BPJS Kesehatan Cabang Bekasi, di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (30/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagaimana tertuang dalam Perpres 75/2019. Kenaikan tersebut akan semakin menurunkan daya beli masyarakat.

Presiden KSPI Said Iqbal menilai pendapatan yang diterima masyarakat di tiap kab/kota berbeda beda  (termasuk nilai UMP/UMK berbeda). Hal ini mengakibatkan daya beli terhadap kenaikan iuran tersebut juga berbeda-beda.

Baca Juga

"Misal iuran BPJS Kesehatan kelas 3 menjadi Rp 42 ribu dikalikan 5 orang anggota keluarga; suami, istri, dan tiga anak. Maka pengeluaran bayar iuran setiap keluarga di seluruh Indonesia adalah sama yaitu Rp 210 ribu," kata Iqbal dalam siaran pers, Kamis (31/10).

Ia merasa bagi masyarakat Jakarta yang berpenghasilan sebesar upah minimum Rp 3,9 juta saja masih berat dalam menyikapi kenaikan iuran BPJS. Dengan kenaikan UMP 2020 yang tak memuaskan, ia merasa daya beli masyarakat akan kembali turun.

"Bagi masyarakat di daerah seperti Sragen, Jogja, Boyolali, Halmahera, Pacitan, Banjaenegara, Subang, Papua, Mamuju, yang upah minimum dan penghasilan masyarakatnya di bawah Rp 2 Juta, maka bayar iuran BPJS Rp 210 ribu per keluarga tadi akan sangat berat. Bahkan menurunkan daya beli mereka sebesar 30%," jelasnya.

Iqbal merasa iuran BPJS Kesehatan sepatutnya tidak dinaikkan. Apalagi bagi kaum buruh setiap tahun iuran BPJS Kesehatannya pasti naik karena nilai iuran dihitung dari presentase upah yang diterima. Faktanya setiap tahun upah buruh naik maka otomatis iuran BPJS juga naik.

Iqbal menegaskan, akan ada gelombang demonstrasi besar dari masyarakat dan buruh untuk menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, khususnya kelas 3.

"Solusi defisit dana BPJS Kesehatan seharusnya bukan menaikan iuran, tetapi dengan cara menaikan jumlah peserta pekerja formal. Karena iuran mereka setiap tahun otomatis naik. Saat ini jumlah pekerja formal yang menjadi peserta BPJS Kesehatan hanya 30% dari total pekerja formal," paparnya.

Selain itu, untuk menutup defisit dengan mengambil dari dana cukai rokok yang berjumlah ratusan triliun rupiah. Hal yang lain adalah menaikkan jumlah peserta PBI orang miskin dengan nilai iuran PBI dinaikkan menjadi nilai keekonomian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement