REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Jaringan Damai Papua yang juga Peneliti LIPI Adriana Elisabeth meminta pemerintah mengevaluasi pelaksanaan otonomi khusus (otsus) Papua sebelum dilakukan pemekaran. Sebab, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua untuk mencapai kesejahteraan rakyat di Papua.
"Kalau saya sih setujunya evaluasi otsus dulu ya karena dalam Undang-Undang kan ada setiap tiga tahun kan harus dievaluasi," ujar Adriana saat dihubungi Republika, Rabu (30/10).
Ia mempertanyakan apakah dengan pemekaran di Papua menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Sebab, pencapaian dari pemekaran yang sudah terjadi sebelumnya juga belum optimal.
Dalam UU Otsus Papua, ia menyoroti terkait dana otsus. Seharusnya anggaran itu digunakan secara efektif sampai menyentuh pemerintahan di tingkat kampung sehingga, pembangunan juga dirasakan warga Papua hingga di kampung yang berada di perdalaman sekalipun.
Dengan demikian, jika setelah 20 tahun sejak UU Otsus diundangkan tak ada perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan warga Papua maka perlu evaluasi yang serius dan menyeluruh. Adriana menuturkan, tujuan pemekaran idealnya memangkas rentang kendali kekuasaan agar kepala daerah lebih efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan publik.
Apalagi, pemerintah pusat sudah mendukung dengan pembangunan infrastruktur. "Tujuan pemekaran kan sebenarnya untuk memperpendek rentang kendali supaya akses-akses pelayanan publik kepada masyarakat itu lebih cepat tersampaikan, tapi ya faktanya kan memang itu tidak selalu relevan dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat," ungkap dia.
Sebelum dilakukan pemekaran di Papua, kata Adriana, pemerintah juga harus mengkaji lebih dalam. Banyak hal pula yang perlu disiapkan antara lain sumber daya manusia, ekonomi serta tak lupa mempertimbangkan aspek sosial, budaya, politik, dan hak asasi manusia (HAM).
Apalagi jika ada daerah otonomi baru (DOB) maka ada pula anggaran yang mesti dipersiapkan. Anggaran untuk operasional pemerintahan baru, bangunan pemerintahan, hingga mempersiapkan sektor-sektor unggulan dari daerah tersebut.
"Enggak bisa permintaan kemudian dilaksanakan seperti itu. Menurut saya itu butuh kajian jadi nggak bisa diminta hari ini besok dimekarkan," kata dia.
Menurut Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, keadaan kemiskinan di Papua selama 18 tahun terakhir menunjukkan penurunan yang relatif signifikan. Pada pada Maret 2018, persentasenya sebesar 27,74 persen.
Kemudian terakhir, pada Maret 2019, persentase itu turun hingga berada di 27, 53 persen. Sebelumnya, keadaan kemiskinan di Papua pada Maret 2000 persentasenya mencapai 46,35 persen.