REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian optimistis upaya perbaikan ekonomi di Papua bisa menekan praktik kekerasan. Pernyataan Tito ini berkaitan dengan rencana pemerintah memekarkan dua provinsi baru di Papua, yakni Papua Selatan dan Papua Tengah (Pegunungan Tengah).
Berkaca dari pemekaran Papua Barat, ujar Tito, angka kekerasan di sana pun turun signifikan menyusul meningkatnya kesejahteraan ekonomi masyarakatnya. "Masalah di Papua adalah masalah ekonomi yang paling utama," kata Tito usai menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Rabu (30/10).
Tito mengambil kesimpulan itu berdasarkan pengalamannya sebagai kapolda Papua selama dua tahun. "Masalahnya ekonomi. Jadi percepatan seperti Papua Barat percepatan ekonomi kita lihat juga kekerasan langsung menurun," kata dia.
Tito menegaskan rencana pemekaran provinsi baru di Papua bertujuan meneguhkan persatuan dan kesatuan bangsa. Ia menolak berkomentar tentang keterkaitan antara rencana pemekaran dengan upaya menekan pergerakan kelompok separatis.
Tito menambahkan, Papua memang mendapat pengecualian dalam moratorium pemekaran. Presiden Jokowi saat berkunjung ke Papua pekan lalu, ujar Tito, menyerap aspirasi dari tokoh masyarakat di Papua.
Selain untuk mempercepat pembangunan di wilayah Papua, pemekaran juga dilakukan demi menjaga situasi keamanan. "Di antaranya yang didiskusikan aspirasi dari Papua Selatan, Papua Tengah," kata Tito.
Mantan kapolri ini menjelaskan, hingga saat ini rencana wilayah pemekaran yang sudah disetujui Gubernur Papua adalah Provinsi Papua Selatan. Provinsi Papua Selatan nanti rencananya akan terdiri dari Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, dan Kabupaten Merauke.
Demi memenuhi syarat pemekaran, makan dibutuhkan lagi satu kabupeten/kota. Tito menyebutkan bahwa rencana paling memungkinkan adalah memekarkan Kota Merauke dari Kabupaten Merauke.