REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil masih mengkaji berbagai kemungkinan dampak dari kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi masyarakat. Menurutnya, ia tidak ingin ada warganya yang kemudian tidak terlindungi dalam hal kesehatan.
Ridwan Kamil mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar saat ini sedang menghitung terkait dengan dana dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang akan digunakan untuk menutupi subsidi kesehatan bagi masyarakat tidak mampu dan menjadi peserta BPJS Kesehatan. "Intinya jangan ada warga Jabar yang tidak ter-cover asuransi kesehatan apapun itu lah," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil di kantornya, Rabu (30/10).
Sebelumnya, menurut Emil, berbagai cara dari pemerintah daerah pasti akan dilakukan agar masyarakat tetap bisa mendapatkan fasilitas yang lebih baik untuk menunjang kesehatan. Untuk solusi itu, masyarakat bisa berpindah dari menggunakan BPJS Kesehatan kemudian berpindah ke perusahaan asurasi swasta.
Emil menilai, kalau pun kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak bisa terus menerus dibantu oleh pemerintah daerah. Karena, subdisi tersebut akan mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Jadi tidak bisa serta merta tiap kenaikan (iuran BPJS Kesehatan) berharap ke pemerintah daerah mensubsidi. Kalau ada uangnya nggak masalah, kalau nggak ada juga kan harus adil," papar Emil.
Pemprov Jabar, kata dia, akan melakukan koordinasi dengan DPRD Jabar untuk mencari jalan terbaik guna memberikan fasilitas kesehatan bagi warga. "Intinya kita sedang mengkaji solusi yang memudahkan masyarakat selain BPJS," katanya.
Berikut rincian kenaikan iuran BPJS
- Kelas I naik dua kali lipat, dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu.
- Kelas II naik dua kali lipat dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu.
- Kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu.