REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) DKI menginginkan upah minum pekerja di Jakarta yang akan ditetapkan pada 1 November menjadi Rp 4,6 juta. Artinya, kenaikannya sebesar 16 persen sesuai kajian Dewan Pengupahan dari unsur buruh.
"Ini adalah kebutuhan riil masyarakat yang ada di DKI Jakarta bahwa mereka itu harus memenuhi kebutuhannya dengan sebesar nilai tersebut, Rp 4.600.000," kata Ketua KSPI DKI Jakarta Winarso, Rabu (30/10).
Menurut Winarso, jumlah upah minimum pekerja yang dituntut buruh dalam aksi mereka berasal dari survei yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Buruh KSPI secara langsung. "Kita survei masuk ke pabrik dan ke swalayan. Itu kan harganya riil kalau di swalayan. Ada daftar harganya, kita input dari situ, kita jumlah. Beda dengan survei yang memang sedang berjalan," kata ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) DKI Jakarta itu.
Ia menuturkan, survei yang dilakukan pemerintah mengambil lapisan pasar dengan harga terendah, yaitu dengan masuk ke pasar tradisional dan di waktu yang tidak tepat. "Misalnya sayur disurvei pada siang hari. Pedagang itu menjual sayur yang tinggal sisa dan ketika ditanya harganya dia hanya menyebutkan saja dengan harga yang murah, yang penting laku," ujar Winarso.
Karena itu, Winarso mengatakan survei dari Dewan Pengupahan Buruh lebih riil dibandingkan dengan survei dari Menteri Ketenagakerjaan RI. Hal itu menyebabkan buruh menolak kenaikan upah yang ditentukan oleh Menteri Ketenagakerjaan lewat formula Peraturan Pemerintah 78/2015 tentang pengupahan serta surat edaran menaker.
Besaran upah minum pekerja yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan sebesar Rp 4,2 juta. Berbeda Rp 400.000 dari besaran yang diajukan oleh para buruh. Perbedaan upah minimum itu yang menyebabkan buruh yang tergabung dalam KSPI melakukan aksi di depan Balai Kota Jakarta agar Gubernur Anies Baswedan bertemu dan membahas langsung besaran upah minimum dengan buruh.
Hasil akhir pertemuan perwakilan KSPI dan Gubernur DKI adalah pada Kamis (31/10) akan dibentuk tim 7 yang dikhususkan untuk mengelola aspek ekonomi kreatif untuk para buruh bersama dengan Pemprov DKI sehingga pekerja dapat menghasilkan pendapatan lebih dan tidak hanya bergantung dari gaji.