Senin 28 Oct 2019 17:44 WIB

Jaksa KPK Tuntut Perampasan Mobil Mewah Markus Nari

Mobil tersebut dinilai berasal dari aliran dana KTP-elektronik.

Terdakwa kasus korupsi proyek KTP Elektronik Markus Nari menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus korupsi proyek KTP Elektronik Markus Nari menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut perampasan mobil merek Land Rover milik politikus Golkar Markus Nari. Mobil tersebut dinilai berasal dari aliran dana KTP-elektronik.

"Karena terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan tindak pidana menerima uang aliran dana KTP-eleketronik, maka barang bukti No 7513-7515 dalam berkas perkara merupakan hasil pembelian dari uang yang berasal dari aliran dana KTP-el maka sudah sewajarnya mobil tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti kerugian negara," kata JPU Ahmad Burhanuddin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/10).

Baca Juga

Mobil tersebut adalah mobil Land Rover tipe Range Rover 5.0 L 4x4 warna hitam nomor polisi B 963 MNC tahun 2010. Mobil itu dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).

Barang bukti lain yang juga dimintakan untuk dirampas untuk negara adalah uang pengembalian melalui KPK dari pengacara Anton Tofik. Uang itu diterima dari Markus Nari sebesar 10 ribu dolar AS dan 10 ribu dolar Singapura serta Rp 2 juta yang dikembalikan panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Suswanti. Uang tersebut merupakan uang yang diterima dari Markus Nari melalui Anton Tofik.

Dalam perkara ini, Markus Nari dituntut 9 tahun ditambah denda sejumlah Rp 500 juta subisder pidana kurungan selama enam bulan. Selain itu, Markus juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar 900 ribu dolar AS subsider tiga tahun kurungan. JPU KPK juga menuntut pencabutan hak politik Markus.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak terdakwa untuk menduduki dalam jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," kata jaksa Andhi Kurniawan. Atas tuntutan tersebut, Markus akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada 4 November 2019.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement