Ahad 27 Oct 2019 18:49 WIB

FSGI Minta Nadiem Susun Sistem Pelatihan Guru

Pelatihan yang diberikan buat guru saat ini dinilai belum optimal.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Teguh Firmansyah
Mendikbud Nadiem Makarim usai temu pendidik nusantara di Sekolah Cikal Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10).
Foto: Dian Erika N / Republika
Mendikbud Nadiem Makarim usai temu pendidik nusantara di Sekolah Cikal Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tak hanya mengimbau guru untuk meningkatkan kemampuan, tetapi menyusun sistem pelatihan bagi guru yang efektif. Sebab, pelatihan guru merupakan tanggung jawab pemerintah.

"Ada tanggung jawab negara di sini, jangan hanya minta guru meng-upgrade dirinya saja, tanggung jawab negara yaitu memberikan pelatihan kepada guru," ujar Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/10).

Baca Juga

Ia mengatakan, pelatihan guru yang selama ini dilakukan dianggap sangat mininalis. Alhasil, kompetensi guru masih rendah. Hal itu terlihat dalam hasil uji kompetensi guru terakhir pada 2015 dengan nilai 70 masih di bawah secara nasional.

Para guru di Indonesia kurang mendapatkan pelatihan dari pemerintah. Jika pun ada pelatihan dilakukan dengan format yang tidak efektif. Sehingga, saat pelatihan selesai, guru sudah lupa.

"Guru dipanggil ke Jakarta selama tiga sampai empat hari, namanya bimbingan teknis di situ empat hari selesai balik lagi ke sekolah atau daerahnya masing-masing, terus lupa karena sudah kecapaian, jadi itu yang tidak efektif," kata dia.

Menurut Satriwan, Nadiem jangan hanya meminta guru untuk meningkatkan kemampuan. Sementara pemerintah sendiri absen memberikan pelatihan guru yang bermutu. Pelatihan itu seharusnya sesuai dengan kebutuhan guru, karakteristik sekolah masing-masing atau mata pelajaran, dan berkelanjutan.

FSGI telah merekomendasikan pelatihan berbasis 4B1E kepada Kemendikbud. B yang pertama, berbobot dan berkualitas. Artinya pelatihan tidak harus lama dan tidak cepat juga. Namun yang terpenting adalah efektif, efisien, dan mengena.

B yang selanjutnya, bermakna dan bermanfaat, atau sesuai kebutuhan guru bukan kemauan negara, karena permasalahan guru di masing-masing daerah berbeda.

Kemudian B berikutnya adalah berdampak dan berkelanjutan. Artinya memberikan dampak positif terhadap proses pembelajaran, mulai dari cara mengajar guru hingga hasil belajar para muridnya. Terakhir adalah evaluasi, setelah semua dilaksanakan, maka perlu diadakan evaluasi untuk mengetahui bagian mana yang masih kurang.

Misal di Jakarta, kompetensi gurunya sudah mumpuni, belum tentu di daerah lainnya seperti Papua sama dengan di Jakarta. Sehingga pelatihan guru yang diberikan menyesuaikan dengan kondisi geografis dan demografis, serta kebutuhan guru itu sendiri.

Namun, Satriwan mengatakan, pelatihan guru ini tak bisa berdiri sendiri untuk mengejar peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, jika pemerintah mengabaikan kesejahteraan guru dan perlindungan guru. Sekitar 3,1 juta guru, kurang lebih setengahnya masih merupakan guru honorer.

Guru honorer itu masih menerima gaji Rp 300 ribu-Rp 500 ribu. "Bahkan FGSU pernah bertemu dengan seorang guru honorer dari Nusa Tenggara Barat waktu kami diundang ke komisi X DPR RI, gajinya guru SD yang honorer ini 50 ribu sebulan," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement