Jumat 25 Oct 2019 12:48 WIB

Pemprov Jabar Bentuk Tim Percepatan Obligasi Daerah

Urgensi dikeluarkannya obligasi daerah merujuk kepada nilai tabungan masyarakatnya.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Obligasi Ritel Indonesia (ORI).
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Obligasi Ritel Indonesia (ORI).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat (Jabar) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang getol berupaya menerapkan aturan kebijakan obligasi daerah atau municipal bond.

Menurut Kepala Biro Investasi dan BUMD Sekretariat Daerah Provinsi Jabar Noneng Komara Nengsih, saat ini pihaknya terus menggenjot strategi percepatan obligasi daerah. Agar, sumber pinjaman daerah jangka menengah dan atau jangka panjang yang bersumber dari masyarakat itu bisa segera diterbitkan.

Baca Juga

"Salah satunya dengan membentuk Tim Percepatan. Kami juga berkoordinasi dengan tim percepatan pusat (yang) terdiri dari Kemenkeu, Kemendagri, OJK, juga Bursa Efek Indonesia," ujar Noneng, Jumat (25/10).

Bagi Pemprov Jabar, kata dia, urgensi dikeluarkannya obligasi daerah merujuk kepada nilai tabungan masyarakatnya. Selain itu, minat investasi tinggi bagi warga di provinsi dengan status berpenduduk terbesar se-Indonesia ini.

"Selain itu, kami berharap dengan obligasi daerah ini Provinsi Jabar bisa lebih mandiri dalam perekonomian," katanya.

Selama ini, kata dia, struktur perekonomian 42 persen dari industri berbasis impor. Dengan adanya pembiayaan yang diberikan masyarakat, maka akan lebih mandiri dan tidak lebih mudah terkena goncangan krisis luar.

Terkait bagaimana langkah Pemprov Jabar untuk mengeluarkan obligasi daerah, Noneng mengatakan, Tim Percepatan terus mengkaji kekuatan ekonomi, termasuk berapa pengembaliannya dari setiap obligasi daerah yang dibeli.

Untum masyarakat yang membeli, kata Noneng, mereka tetap beruntung karena akan mendapatkan pengembalian setiap bulannya sekaligus memililki sumbangsih dalam membangun Jabar. "Hasil pembangunan (infrastruktur) 'kan kembali lagi ke masyarakat. Jadi masyarakat untung, Jabar membangun," kata Noneng.

Nantinya, kata dia, selain syarat-syarat dan prosedur yang harus dipenuhi sebelum menerbitkan obligasi daerah, Pemprov Jabar juga harus mengantongi izin Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jabar sebelum melalui penilaian Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.

Setelah prosesnya, kata dia, harus ada Perda tentang pinjaman daerah ini. Lalu, nanti masuk ke pasar modal. Nantinya, yang menjual bukan Pemprov Jabar.

"Kami juga belajar ke banyak tempat. Support dari pusat juga kuat untuk menerbitkan (obligasi) ini," kata Noneng.

Untuk mendorong percepatan obligasi daerah bagi Jabar, kata Noneng, timnya terus mem-branding obligasi daerah sebagai inovasi dari investasi yang membawa partisipasi publik dalam membangun Jabar lebih berprestasi. "(Obligasi) utang, tetapi untuk membangun, bukan untuk konsumsi," katanya.

Kalau pembangunan infrastruktur tinggi, kata dia, tentu semua tahu manfaatnya, pertumbuhan ekonomi meningkat, bisa mengurangi kemiskinan dan pengangguran, menaikkan IPM. "Juga trickle down effect untuk kehidupan masyarakat. Jadi obligasi daerah menjadi hal yang sangat penting," katanya.

Kebijakan obligasi, tercantum dalam tiga aturan yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 61/POJK.04/2017, POJK Nomor 62/POJK.04/2017, dan POJK Nomor 63/POJK.04/2017, yang dirilis OJK pada Desember 2017.

Dalam keterangan OJK, obligasi daerah merupakan upaya mendukung dan meningkatkan pembangunan infrastruktur sebagai peningkatan daya saing nasional juga pemerataan ekonomi ke seluruh penjuru Tanah Air.

Pemprov Jabar, bahkan telah mencantumkan obligasi daerah sebagai salah satu kolaborasi pendanaan pembangunan selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, APBD Kab./Kota, dana umat, pinjaman daerah, Corporate Social Responsibility (CSR), serta Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Inovasi maupun kolaborasi dari segi pendanaan itu termasuk obligasi daerah, berkali-kali ditegaskan Gubernur Jabar Ridwan Kamil perlu dilakukan karena APBD hanya mampu mencukupi 10 persen dari yang dibutuhkan.

"Dalam membangun Jawa Barat, kita tidak bisa hanya mengandalkan APBD. Negara-negara maju di dunia melakukan inovasi pembiayaan, salah satunya dengan bond atau obligasi," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.

Provinsi Jawa Barat, kata dia, sedang menyiapkan sebuah inovasi pembiayaan pembangunan dengan menerbitkan yang namanya obligasi daerah. "Tentu saya dukung," katanya.

Pemprov Jabar di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum periode 2018-2023 memiliki banyak proyek pembangunan infrastruktur mulai dari transportasi, pengelolaan sampah, command center, infrastruktur pariwisata, hingga fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement