Selasa 22 Oct 2019 01:23 WIB

KontraS : Kekerasan atas Nama Agama Tinggi di Indonesia

KontraS meminta pemerintah Jokowi ke depan menyelesaikan masalah ini.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)
Foto: www.cathnewsindonesia.com
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan tingginya angka kekerasan yang mengatasnamakan agama di masa Presiden Joko Widodo jilid I. KontraS berharap pemerintahan Jokowi jilid II dapat menemukan solusi atas masalah itu.

Koordinator KontraS, Yati Andriyani, mengatakan pihaknya menerima dan menelusuri laporan soal kekerasan atas nama agama. Laporan itu dirangkum sebagai kritik dan evaluasi terhadap kinerja pemerintahan agar ada perbaikan di periode kedua ini.

Baca Juga

"Dalam pemenuhan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, kami menemukan bahwa angka kekerasan yang mengatasnamakan agama masih tinggi," kata Yati dalam laporan yang dirilis resmi pada Senin (21/10).

KontraS merinci mayoritas pelaku kekerasan dilakukan oleh sesama masyarakat sipil (163 kasus). Kemudian Pemerintah (177 kasus), Ormas (148 kasus), dan Polisi (92 kasus). Yati memandang tingginya angka kekerasan ini tidak dapat dipisahkan dari masih adanya kebijakan dan wacana kebijakan negara yang diskriminatif.

"Khususnya terhadap penganut agama dan kepercayaan minoritas dan pembiaran terhadap peristiwa kekerasan atas nama agama," ujar Yati.

Di sisi lain, KontraS juga menyayangkan minimnya komitmen pemerintah dalam menjamin kebebasan berekspresi. Contohnya dengan masih maraknya penanganan aksi unjuk rasa dengan cara represif (May Day, 21-23 Mei, 23-30 September), pelarangan buku, dan pelanggaran hak berekspresi lainnya sejumlah 1384 peristiwa. Data itu diperoleh KontraS selama lima tahun terakhir.

"Pelanggaran kebebasan berekspresi yang kerap berujung pada praktik penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang juga semakin marak dan akan menjadi PR besar pemerintah," kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement