Senin 21 Oct 2019 23:08 WIB

Harapan untuk Menteri, Kerja Nyata dan Perbaikan Kebijakan

Menteri juga bisa turut hadir di tengah-tengah kesusahan masayarakat.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Ratna Puspita
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan keterangan kepada wartawan usai upacara pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (20/10/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan keterangan kepada wartawan usai upacara pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (20/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengumumkan nama-nama menteri yang akan mengisi kabinetnya pada periode 2019-2024. Warga Kota Bogor turut menaruh harapan pada menteri baru yang akan ditunjuk Presiden Jokowi.

Edi Saputra (23 tahun), warga Kebun Pedes, Tanah Sareal, berharap kinerja menteri dapat dirasakan langsung oleh masayarakat kecil.  Pria yang keseharian berjaulan bunga hias di Jl Dadali itu mengatakan, menteri harus dapat memperlihatkan kinerja mereka.

Baca Juga

Setidaknya, Edi menilai, menteri juga bisa turut hadir di tengah-tengah kesusahan masayarakat. "Kerja menteri itu belum terlihat dan belum memberi berdampak kepada masayarakat. Harapannya semoga kerjanya bisa lebih nyata ke masayarakat. Bukan hanya nampak di media saja," katanya, Rabu (21/10).

Meskipun belum pernah bertemu, Edi mencontohkan, menteri yang dapat menunjukkan kerja yang dapat dirasakan masyarakat, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menurut dia, Susi merupakan sosok yang berani dan sering blusukan.

"Sebagai contoh itu Bu Susi. Karena kerja dia terlihat untuk negara dan berani mengambil risiko," katanya

Yuliati (52 tahun) seorang ibu rumah tangga menyampaikan harapan kepada menteri baru, khususnya menteri pendidikan. Yuliati yang memiliki anak yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) itu mengaku resah dengan penerapan sistem zonasi.

Yuliati mengatakan, anaknya tidak dapat memilih sekolah favorit untuk melanjutkan pendidikannya. Padahal, anaknya ingin menempuh pendidikan di sekolah favorit agar dapat meningkatkan prestasi. 

"Sistem zonasi itu kayaknya sedikit mempersulit. Karena anak saya yang pandai dan berprestasi harus dipaksa sekolah di zonasi," ujarnya. 

Dia menjelaskan, anaknya seolah terpaksa dalam menlakukan aktivitas belajar di sekolah tersebut. Sehingga, anaknya tak lagi memperoleh prestasi seperti pada masa Sekolah Mengah Pertama (SMP). 

"Jadi pesaingnya kurang kuat dia gak berniat untuk lebih pandai. Padahal mendapat ranking 3 besar di SMP tapi sekarang gak dapat rangking," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement