REPUBLIKA.CO.ID, Panitia Jelajah Gizi 2019 mengumpulkan para peserta di depan pintu masuk Kebun Raya Bogor, pada Kamis (17/10) siang. Sebelumnya para peserta yang terdiri dari 19 orang sudah dibagi menjadi empat tim yaitu Tim Talas, Tim Doclang, Tim Oregano dan Tim Singkong. Dari empat tim ini, hanya Tim Talas yang beranggotakan empat orang. Lainnya berjumlah lima orang peserta.
Ketua tim dari empat kelompok ini dikumpulkan untuk diberikan selembar amplop besar yang berisi kertas sejumlah halaman. Kertas ini berisi tebak-tebakan yang harus dipecahkan keempat tim dalam perjalanan Jelajah Gizi Race 2019.
“Dalam amplop ini ada delapan halaman yang berisi tebak-tebakan yang merupakan jawaban berupa kuliner lokal yang ada di sepanjang Jalan Surya Kercana. Dari delapan makanan ini, kalian boleh menyelesaikan lomba dengan tujuh makanan saja,” kata salah satu panitia Jelajah Gizi 2019, Anastasia Tuti kepada para peserta.
Tuti menambahkan keempat tim hanya dibekali panitia dengan uang sebesar Rp 200 ribu untuk masing-masing tim. Tim yang menemukan kuliner lokal yang menjadi jawaban harus membeli, kemudian memakannya.
Selain itu, tim harus untuk memfoto makanan tersebut. Tidak lupa, tiap tim harus mengunggahnya di akun sosial media masing-masing anggota. Setelah tujuh kuliner lokal tersebut ditemukan, tim tersebut harus menaiki angkot untuk menuju ke titik akhir di Gedung Dalam Asinan Bogor.
“Kita hanya memberikan waktu selama satu jam. Kita tunggu paling lambat pukul 13.45 WIB di Gedung Dalam,” kata Tuti menambahkan.
Setelah penjelasan terakhir, Tuti memulai lomba ala acara Amazing Race yang sempat ngehits beberapa tahun lalu. Keempat tim pun langsung menyeberang jalan untuk menuju Jalan Surya Kencana. Mereka sibuk membaca halaman kertas dalam amplop untuk menebak kuliner lokal yang dimaksud. Setelah menemukan jawabannya, mereka mencarinya.
Dua tim terlihat menemukan kuliner lokal pertama berupa tauge goreng. Setelah memesan, mereka meminta penjualnya untuk segera membuatnya. Setelah sepiring tauge goreng matang tersaji dalam sebuah piring, mereka memfoto dan memakannya dengan cepat.
Pedagang es pala juga menjadi buruan peserta Jelajah Gizi Race 2019.
Pedagang es pala juga menjadi buruan para peserta. Satu tim meminta untuk menyajikannya dalam gelas dulu untuk difoto dan kemudian meminta untuk dibungkus. Orang-orang yang kebetulan sedang berada di sekitar pedagang es pala tertawa melihat aksi para peserta yang memfoto segelas es pala tersebut.
Pedagang lumpia basah khas Bogor menjadi buruan selanjutnya. Berbeda dengan lumpia dari Semarang, makanan ini disajikan dalam wadah daun pisang dengan bagian dalam dilapisi kulit lumpia. Sedikit kecap manis juga dibubuhkan di atasnya.
Harus diakui, makanan ini sangat lezat rasanya. Pedagang juga menawarkan kepada pembeli ingin rasa yang pedas atau yang original. Harga lumpia basah khas Bogor ini juga sangat terjangkau. Dalam seporsi wadah daun pisang, hanya seharga Rp 7 ribu.
Kemudian ada kuliner khas Bogor yang mungkin agak asing di telinga warga di luar Bogor yaitu pepes sagu. Pepes memang merupakan makanan khas Sunda. Isian pepes pun beragam sesuai dengan namanya. Ada pepes ayam, pepes ikan, pepes tahu dan pepes jamur. Namun baru kali ini Republika mendengar nama pepes sagu.
Pepes sagu ini juga makanan yang dibungkus dari daun pisang. Di dalamnya ada sagu yang mengental. Dan setelah digigit, kita akan merasakan tumbukan pisang yang halus dan ada lelehan gula merah dari dalamnya.
Pepes Sagu ini sangat legit dan tidak mengenyangkan. Sehingga cocok untuk menjadi camilan di saat senggang. Untuk 1 porsi yang terdapat tiga buah Pepes Sagu diharga Rp 14 ribu.
Tim Talas menjadi tim pertama yang tiba di Gedung Dalam pada pukul 13.04 WIB. Tim kedua yang tiba yaitu Tim Singkong pada pukul 13.16 WIB. “Wah, kalian cepat sekali sampainya. Hebat banget,” kata salah satu panitia, Anindita Dwiwinata atau kerap disapa Dita ini.
Tim Talas mengumpulkan tujuh jenis kuliner khas Bogor yaitu tauge goreng, es pala, lumpia basah, laksa, pepes sagu, es bir kocok, dan cungkring. Es bir kocok dibuat dari jahe merah, cengkeh, kayu manis, gula pasir dan aren.
Peserta jelajah Gizi Race 2019 sedang berburu es bir kocok yang merupakan salah satu minuman khas Kota Bogor.
Seperti halnya bir pletok khas Betawi, es bir kocok ini juga tidak mengandung alkohol. Es bir kocok ini dapat ditemukan di sisi Jalan Surya Kencana, tepatnya setelah perempatan Gang Aut.
Sedangkan cungkring merupakan makanan berupa potongan kikil dan bagian kepala sapi yang ditusuk seperti sate yang dimasak menggunakan bumbu kuning dan disiram dengan bumbu kacang manis. Gurihnya cungkring semakin lengkap dengan potongan ketupat yang dipotong dadu kecil-kecil.
Ada satu lagi kuliner khas Bogor yaitu doclang. Sekilas, doclang memang mirip dengan kupat tahu atau lontong sayur. Bedanya, doclang berisi dengan potongan ketupat, irisan tahu goreng, kentang rebus, telur rebus, kerupuk, emping tangkil yang kemudian disiram dengan bumbu kacang dan sedikit kecap manis sebagai penambah rasa gurih.
Saat Republika menyusuri Jalan Surya Kencana tidak menemukannya. Republika sempat bertanya kepada seorang sekuriti soal keberadaan doclang. Sekuriti ini mengatakan doclang bisa ditemui di persimpangan Jalan Rangga Gading.
Akan tetapi, doclang biasanya sudah habis jika mencarinya pada siang hari. Doclang rupanya menjadi salah satu makanan favorit warga Bogor untuk sarapan di jalan tersebut.
Asinan merupakan salah satu kuliner lokal Bogor.
Jelajah Gizi Race dalam edisi Jelajah Gizi 2019 ini pun dimenangkan Tim Talas. Jelajah Gizi merupakan program tahunan yang diselenggarakan Nutricia Sarihusada, salah satu kelompok usaha Danone Indonesia.
Jelajah Gizi pertama kali diselenggarakan di Gunung Kidul, Yogyakarta pada 2012. Saat itu, program ini memiliki misi untuk mengenalkan sumber protein alternatif yang terdapat pada bahan makanan yang tumbuh di daerah Gunung Kidul.
Pada 2013, Jelajah Gizi diselenggarakan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jelajah Gizi tahun tersebut bertujuan untuk mengenalkan kekayaan kuliner dan nutrisi makanan pesisir. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan ragam potensi pangan laut yang beragam.
Pada 2014, kegiatan ini sempat ditiadakan. Kemudian pada 2015, Jelajah Gizi kembali diselenggarakan dengan menyasar Bali yang terkenal dengan keindahan alam dan ragam kuliner yang terkenal hingga ke dunia internasional.
Jelajah Gizi 2016 menyasar satu lokasi di Pulau Sulawesi yaitu Manado, Sulawesi Utara. Kota ini dikenal memiliki lokasi yang strategis berupa wilayah perairan laut, perairan laut tawar hingga pegunungan. Sehingga kuliner lokal di kota ini menjadi semakin menarik.
Jelajah Gizi 2017 diselenggarakan di Kota Malang, Jawa Timur yang dikenal dengan apelnya. Kota ini juga memiliki beragam potensi pangan yang menarik untuk digali. Pada tahun lalu, Jelajah Gizi diselenggarakan di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang terkenal dengan bandeng presto dan lumpianya. Tahun ini, Jelajah Gizi diselenggarakan di Kota Bogor, Jawa Barat yang merupakan yang ketujuh kalinya.
“Kota Bogor dipilih karena memiliki ragam kuliner yang khas dengan sumber bahan dari pangan lokal yang diolah secara inovatif menjadi berbagai jenis makanan, mulai dari talas, pala, soto mie, hingga asinan. Tidak hanya bagi warga Kota Bogor, tetapi juga untuk 7.900 wisatawan yang mengunjungi kota ini tiap tahunnya,” kata Corporate Comunication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin yang juga mengikuti Jelajah Gizi 2019 ini.