REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch mendorong Presiden Joko Widodo untuk tidak ragu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. "Presiden Jokowi semestinya tidak gentar dengan gertakan politisi yang menyebutkan akan melakukan pemakzulan jika menerbitkan Perppu. Sebab, kesimpulan tersebut tidak berdasar," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Kamis (17/10).
Perppu kata dia, pada dasarnya adalah kewenangan prerogatif Presiden dan konstitusional. Lagi pula pada akhirnya nanti akan ada uji objektivitas di DPR terkait dengan isi Perppu tersebut.
Pertimbangan lainnya presiden agar menerbitkan Perppu, kata dia, sebab terhitung Kamis (17/10) ini, UU KPK resmi berlaku. Sejumlah pasal kontroversial otomatis akan diberlakukan pada lembaga anti rasuah itu.
Sementara pasal-pasal di dalam UU KPK dianggap menimbulkan kekacauan hukum, seperti pasal peralihan, Dewan Pengawas, izin penindakan kepada Dewan Pengawas dan lainnya. "Namun Presiden Jokowi sampai detik ini tak menerbitkan Perppu KPK. Padahal dengan Perppu KPK, Presiden bisa melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi," ucapnya.
Kurnia menegaskan seluruh pasal yang yang ada dalam undang-undang hasil revisi dipastikan akan melemahkan KPK dan mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat. Contohnya, pembentukan Dewan Pengawas yang rawan intervensi, begitu juga soal penerbitan SP3 dalam jangka waktu dua tahun, apabila perkara tidak selesai akan berpotensi menghentikan perkara besar yang sedang ditangani oleh KPK.
Selain mendorong Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK, ICW menuntut partai politik agar tidak mengintervensi Presiden dalam mengeluarkan Perppu. "Masyarakat agar tetap menyuarakan penolakan terhadap seluruh bentuk pelemahan KPK," ujarnya.