Kamis 17 Oct 2019 17:45 WIB

Walau Pahit, KPK Harus Jalankan Perubahan Undang Undang

Pemberantasan korupsi oleh KPK harus berjalan terus.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Muhammad Hafil
Logo KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo KPK

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG--Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan pihaknya harus melaksanakan UU KPK yang sudah mulai berlaku. Menurut Febri KPK harus terus berjalan walaupun dengan kenyataan pahit bahwa kewenangan komisi antirasuah tersebut sudah tidak lagi seleluasa biasanya dalam pemberantasan korupsi.

"Pemberantasan korupsi harus jalan terus. Sepahit apapun konsekuensinya, KPK harus melaksanakan,” kata Febri di Padang, Kamis (17/10).

Baca Juga

Febri menjelaskan KPK akan tetap berjalan seperti biasanya untuk mengungkap, menangkap serta mencegah tindak pidana korupsi. Tapi Febri tak dapat menjamin dalam melakukan tugas masih segarang biasanya terhadap kejahatan yang merugikan dana negara.

Febri mengatakan KPK saat ini sudah membentuk tim transisi untuk mengindentifikasi secara terperinci mengenai Undang Undang KPK yang sudah disahkan. Pihaknya ingin meminimalisir kerusakan yang dialami KPK pasca berlakunya UU KPK.

KPK menurut Febri belum menerima dokumen resmi UU KPK yang sudah mulai berlaku hari ini. Tapi ia menilai dari RUU KPK ketika masih belum disahkan terdapat 26 poin yang menjadi catatan.

Febri mendengar tujuan dari parlemen mengubah UU KPK untuk kuat dalam hal pencegahan. Tapi ternyata DPR memangkas kewenangan KPK dalam pemcegahan dan tidak ada pasal yang justru memperkuat KPK.

"Karena memang ada 26 poin yang kami identifikasi. UU itu diubah agar pencegahan lebih kuat, tapi ternyata justru kewenangan pencegahannya dipangkas dan tidak ada yang diperkuat," ujar Febri.

Febri menyebut KPK mengindentifikasi adanya kemungkinan penebitan peraturan pengganti Undang-Undang (Perpu) oleh Presiden. Tapi Perpu kata dia adalah hak presiden.

Febri kemudian menjabarkan sejak berdiri pada tahun 2002 sampai pertengahan 2019 ini, KPK  sudah menangani 1.064 perkara tindak pidana korupsi. Pelaku terbanyak adalah dari DPRD sebanyak 255 perkara. Kasus yang melibatkan kepala daerah 110 perkara dan kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan eksekutif 208 perkara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement