Kamis 17 Oct 2019 01:10 WIB

Babak Belur

Kisah kegagalan timnas senior Indonesia lebih sering terdengar.

Para pemain timnas Indonesia berpose sebelum bertanding melawan Uni Emirat Arab pada laga Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia, Kamis (11/10)..
Foto: EPA-EFE/ALI HAIDER
Para pemain timnas Indonesia berpose sebelum bertanding melawan Uni Emirat Arab pada laga Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia, Kamis (11/10)..

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Endro Yuwanto *)

Tim nasional (timnas) sepak bola senior Indonesia babak belur hingga pertengahan Oktober 2019 ini. Skuat Garuda tampil buruk di kualifikasi Piala Dunia 2022 dan belum meraih poin dalam empat pertandingan yang telah dilakoni.

Performa timnas Indonesia kini bisa dikatakan sejajar dengan tim gurem di Benua Asia semacam Guam dan Sri Lanka. Indonesia, Guam, dan Sri Lanka menjadi negara yang telah melakoni empat pertandingan tanpa menghasilkan poin.

Indonesia hanya mencetak tiga gol dan kebobolan 14 gol. Sementara, Guam menorehkan satu gol dan kebobolan 16 gol, sedangkan Sri Lanka belum mencetak gol dan kebobolan 14 gol.

Salah satu hal yang menyedihkan dari kegagalan Indonesia adalah tiga dari empat kekalahan yang diderita terjadi saat Indonesia bertindak sebagai tuan rumah. Satu laga di kandang lawan, Indonesia digunduli 0-5 oleh Uni Emirat Arab.

Tak hanya itu, Indonesia menderita kekalahan kandang ketika menghadapi Thailand (0-3), Vietnam (1-3), dan Malaysia (2-3) yang merupakan negara Asia Tenggara yang notabene adalah lawan tradisional kita.

Empat kekalahan di empat laga awal otomatis membuat peluang Indonesia untuk lolos ke fase selanjutnya menjadi sangat kecil. Pasalnya, tiga dari empat laga tersisa harus dimainkan di markas lawan. Indonesia harus bertandang ke markas Malaysia (19/11) di sisa tahun ini. Sementara di tahun depan, Indonesia akan bermain di markas Thailand (28/3), menjamu Uni Emirat Arab (31/3), dan tandang ke markas Vietnam (4/6).

Ini sebenarnya bukan kabar yang mengejutkan. Tak ada yang baru. Sudah terlalu sering kita mendengar kegagalan demi kegagalan yang dialami timnas senior dibanding keberhasilan atau kesuksesan.

Meski telah berpuluh-puluh tahun terlewati, Indonesia masih sebatas bermimpi memiliki timnas sepak bola yang kuat dan disegani di level internasional. Bagi sebagian kalangan pencinta sepak bola di Tanah Air, mimpi-mimpi berbicara di tingkat dunia itu seakan menjelma mimpi buruk yang terus saja berulang. Setiap tahun.

Kondisi ironis ini menimbulkan kegetiran tersendiri. Padahal, sejak lama Indonesia berkoar-koar sebagai negara Asia pertama yang menembus putaran final Piala Dunia. Ketika masih dalam masa penjajahan Belanda, Indonesia memang sempat tampil di Piala Dunia 1938 Prancis dengan menggunakan nama "Hindia Belanda". Tapi, itu dulu. Sepak bola Indonesia tak akan pernah maju jika selalu mendasarkan diri pada kebanggaan masa lalu.

Jika ditanya apa penyebab utama kegagalan timnas saat ini, para pecinta bola di Tanah Air sepertinya sudah paham, lantaran persoalan sepak bola Indonesia selalu itu-itu saja. Karut-marut pengurusan sepak bola kita dalam hal ini PSSI, kompetisi yang amburadul terutama dalam penyusunan jadwal, dan pemilihan pelatih yang kurang tepat, hingga stamina para penggawa timnas yang kedodoran, sering menjadi sorotan publik setiap menyaksikan kegagalan timnas menggenggam prestasi.

Namun saat ini telunjuk publik lebih ditujukan pada sosok pelatih timnas Indonesia Simon McMenemy. Pelatih asal Skotlandia itu dianggap tak punya visi permainan yang jelas untuk tim. Tak aneh bila di setiap laga ia lebih sering bongkar pasang pemain termasuk di posisi kiper.

Nasib Simon bersama Skuat Garuda bakal mendekati tamat. Timnas Indonesia kemungkinan baru memiliki pelatih baru pengganti Simon setelah terpilihnya Ketua Umum PSSI yang baru melalui Kongres Pemilihan pada 2 November mendatang. Namun tentu itu tak akan serta-merta mampu menyulap timnas kita lebih bertaji.

Jika dirunut agak ke belakang, muara kegagalan timnas Indonesia selama ini sebenarnya bisa dikatakan akibat mutu atau kualitas klub dan kompetisi di Indonesia yang masih jauh dari kata memuaskan. Padahal, sudah menjadi rahasia umum, timnas yang hebat adalah muara kompetisi yang konsisten dan sehat.

Seperti tak pernah kapok, Indonesia juga kerap menempuh jalan pintas dengan melakukan naturalisasi pemain. Puluhan pemain dari luar negeri dinaturalisasi untuk membela skuat Merah Putih. Tetapi hasilnya tak cukup pantas didapatkan Skuat Garuda.

Entah apa pula yang terjadi dengan pembinaan sepak bola di Indonesia. Berbagai proyek pembinaan usia dini yang dirintis sejak bertahun-tahun silam memang sedikit membuahkan hasil. Kita sering berjaya di level junior namun melempem saat di level senior. Selalu begitu.

Bicara prestasi sepak bola Indonesia mungkin kini memang membosankan. Selalu berkutat dari hal itu-itu saja tiap tahun. Butuh perubahan radikal untuk membangun sepak bola Indonesia. Tapi sepertinya sejauh ini hal itu tak akan pernah terjadi.

*) Jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement