Senin 14 Oct 2019 16:17 WIB

ICW Prediksi Pilkada 2020 Rawan Korupsi Karena KPK Mati Suri

Pada tahun lalu, puluhan kepala daerah ditangkap KPK terkait pilkada.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz memberikan pernyataan kepada awak media seusai diskusi Evaluasi Kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Rabu (17/7).
Foto: Republika/Riza Wahyu Pratama
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz memberikan pernyataan kepada awak media seusai diskusi Evaluasi Kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Rabu (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, mengatakan proses Pilkada 2020 akan dibayangi kerawanan potensi korupsi. Hal ini disebabkan kontestasi pencalonan kepala daerah yang rawan diwarnai politik transaksional dan dihadapkan pada kevakuman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Menurut Donal, merujuk kepada kondisi 2018 lalu, mendekati akhir tahun bisa disebut sebagai musim korupsi. "Mengapa ? Pada 2018 ada 29 orang kepala daerah yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) karena ada pilkada serentak, " ujar Donal dalam diskusi bertajuk 'Proyeksi Masyarakat Sipil Bidang Penegakan Hukum Lima Tahun Mendatang' di Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (14/10).

Akhir tahun ini, lanjut dia, tahapan pilkada serentak 2020 sudah memasuki pencalonan kepala daerah. Sehingga, semestinya KPK bertugas mengawasi kontestasi politik yang sangat penting.  

"Pilkada serentak 2020 diikuti oleh 270 daerah. Transaksi (politik transaksional) dalam pencalonan kepala daerah akan makin besar karena tidak ada penegakan hukum di KPK.  Sementara itu, kita tidak bisa hanya mengandalkan kepolisian dan kejaksaan dalam situasi tersebut," tegasnya. 

Donal melanjutkan, kondisi ini disebabkan UU KPK hasil revisi akan mulai berlaku secara otomatis mulai 17 Oktober 2019 atau tiga hari lagi. Hal ini sebagai konsekuensi atas aturan yang menyebut bahwa selama 30 hari UU KPK hasil revisi tidak diundangkan, maka tetap akan berlaku secara sah. Konsekuensinya, lanjut Donal, KPK tidak bisa melakukan penindakan lagi setelah itu. 

"Artinya, KPK sampai ada Dewan Pengawas (Dewas) dibentuk, tidak bisa lagi melakukan penindakan. KPK akan vakum secara kewenangan penindakan. Sebagaimana kita tahu (berdasarkan UU KPK hasil revisi), penindakan KPK harus mendapat izin dari Dewan Pengawas," papar Donal menegaskan.  

Dia pun mengingatkan bahwa Dewan Pengawas dibentuk dan dilantik bersamaan dengan pimpinan KPK yang baru. "Pimpinan KPK dilantik pada Desember, sehingga KPK tidak bisa melakukan penindakan setidaknya sampai Desember mendatang," ujar Donal. 

Jika setelah 17 Oktober nanti KPK ingin melakukan penyadapan, belum ada Dewan Pengawas sehingga tidak bisa melakukan penyadapan. Sementara itu, jika KPK nekat melakukan penindakan, akan ada gugatan dari berbagai pihak dengan alasan melawan legitimasi hukum berdasarkan UU KPK hasil revisi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement