REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, menegaskan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri meminta amandemen terbatas UUD 1945 "digaris tebal". Perubahan hanya untuk menambah kewenangan MPR RI untuk menetapkan haluan negara.
"Di luar itu PDI Perjuangan tidak akan ikut dalam agenda perubahan-perubahan pasal yang lainnya," kata Basarah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/10).
Basarah mengatakan sikap PDI Perjuangan hanya pada perubahan terbatas khusus pasal 3 UUD 1945 yaitu wewenang MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD ditambah wewenang untuk menetapkan haluan negara. Dia mengatakan pihaknya tidak bisa mengambil kesimpulan secara serta merta terhadap pernyataan politik atau sikap politik yang baru dinyatakan tokoh-tokoh politik.
Menurut dia, masih ada waktu lima tahun kedepan untuk membangun dialog, mendengarkan pendapat berbagai pihak, sampai pada kesimpulan dan keputusan mengenai wacana agenda amendemen terbatas UUD 1945. "Kita lihat nanti di dalam perkembangan selanjutnya," kata dia.
"Saya selaku Wakil Ketua MPR RI dari PDIP akan terus intensif berkomunikasi dengan Ketua MPR dan para Wakil Ketua MPR yang lain. Untuk saling mencari titik temu sehingga keputusan akhirnya nanti kita serahkan kepada para pimpinan parpol, Presiden Jokowi dan tokoh-tokoh lainnya," ujarnya.
Dia menilai waktu yang pas melakukan amandemen terbatas UUD 1945 adalah MPR RI periode 2019-2024 agar Indonesia memiliki haluan negara dan haluan nasional. Dia berharap, dengan keberadaan haluan negara dan haluan nasional, ada kontuinitas pembangunan nasional terutama yang telah dilakukan Presiden Jokowi agar dapat terjaga oleh siapapun presiden berikutnya.
"Misalnya ketika Presiden Jokowi memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan, kalau nanti setelah periode beliau tidak selesai, jangan sampai presiden selanjutnya menganggap ini kan peninggalan Jokowi, lalu dia tidak mau melanjutkan," ujarnya.
Basarah mengatakan ego sektoral dan ego pimpinan baru yang seperti itu yang tidak diinginkan, jadi seakan-akan pembangunan Indonesia berjalan ditempat.