Senin 14 Oct 2019 05:50 WIB

Bagaimana Parpol Koalisi Sikapi Manuver Gerindra-Demokrat?

Golkar dan Nasdem menilai oposisi tetap diperlukan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Elba Damhuri
Pertemuan Surya Paloh dan Prabowo Subianto, Ahad (13/10).
Foto: Nawir Arsyad / Republika
Pertemuan Surya Paloh dan Prabowo Subianto, Ahad (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut terkait rencana masuknya kader dua partai itu dalam kabinet mendatang. Parpol koalisi pendukung Jokowi menyerahkan persoalan itu kepada Presiden seraya menekankan perlunya oposisi untuk check and balances.

Partai Golkar, misalnya, mengamini hak prerogatif Jokowi, tetapi ia juga meminta Presiden memprioritaskan kader dari partai koalisi. "Terkait posisi menteri, itu menjadi hak prerogatif Presiden. Namun, tentunya kita berharap bahwa prioritas utama adalah pada partai pendukung di awal," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Maman Abdurrahman saat dihubungi, Ahad (13/10).

Baca Juga

Menurut dia, partai koalisi merupakan pihak yang telah mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf sejak pemilihan presiden (pilpres) 2019. Hal itu berbeda dengan Partai Gerindra dan Demokrat yang sebelumnya merupakan lawan politik.

Bagaimanapun, Maman mengatakan tak khawatir dengan pertemuan antara Jokowi, Prabowo, dan SBY. "Tentunya kita mengapresiasi silaturahim dan komunikasi politik yang dilakukan oleh Bapak Presiden Jokowi, apalagi Pak SBY  mantan presiden RI dua periode," ujar Maman.

Presiden Joko Widodo melangsungkan pertemuan dengan SBY pada Kamis (10/10). Pada Jumat (11/10), Jokowi melangsungkan pertemuan dengan Prabowo. Dalam kedua kesempatan itu, Jokowi membuka kemungkinan kedua parpol yang berseberangan dengannya pada pilpres 2019 itu menduduki kursi di kabinet mendatang.

Prabowo juga mengamini kemungkinan itu. "Kita bertarung secara politik. Selesai, kita harus bersatu. Apabila diperlukan (dalam kabinet), kami siap. Itu sudah disampaikan juga saat pertemuan di MRT. Kalau diperlukan (dalam kabinet), kami tentu siap," ujar Prabowo.

Senada dengan Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga ingin parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf diprioritaskan. “Mereka (Gerindra dan Demokrat—Red) saat itu  tidak memberikan dukungan kepada Bapak Presiden Jokowi. Yang ideal, (pemilihan menteri) tentu saja apa yang terjadi dalam koalisi sebelum (pemilihan) presiden itu sebangun dengan pembentukan kabinet,” kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

“Skala prioritas Pak Jokowi adalah mengedepankan terlebih dahulu para menteri, terutama yang berasal dari unsur kepartaian Koalisi Indonesia Kerja (KIK),” katanya menambahkan.

Meski begitu, Hasto tak menutup kemungkinan konsolidasi nasional dengan merangkul partai oposisi bila dipandang perlu untuk memperkokoh semangat gotong royong.

Di tempat lain, Partai Nasdem mengesankan terbuka dengan kemungkinan masuknya kader parpol oposisi dalam kabinet.

"Jika Presiden anggap itu perlu dalam kepemimpinanya, silakan. Presiden yang menentukan. Beliau memiliki hak prerogatif dalam menyusun kabinetnya," kata Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Bahkan, jika tak mendapatkan kursi di kabinet, menurut Surya Paloh, Nasdem tidak mempermasalahkannya. "Tidak masalah bagi Nasdem. Ada di kabinet boleh,," ujar dia.

Meski begitu, Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago mengingatkan pentingnya fungsi check and balances dalam pemerintahan. Menurut dia, jika seluruh parpol masuk pemerintahan, fungsi tersebut dikhawatirkan tidak bisa berjalan dengan baik.

"Siapa yang mau jadi kontrol sistem yang efektif terhadap program pemerintah yang negative impact, yang disalahkan presiden," ungkapnya.

Jika nanti tak ada oposisi, menurut dia, Nasdem siap memainkan peran kontrol tersebut dengan tetap menjadi mitra koalisi yang kritis.

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menilai pertemuan Jokowi dengan SBY dan Parabowo menjalin silaturahim dan membicarakan kondisi Indonesia. Bukan tempat untuk membahas bagi-bagi jabatan kepada Partai Gerindra dan Demokrat.

"Saya yakin pembicaraan Pak Jokowi dengan Pak SBY dan Pak Prabowo mengutamakan kepentingan bangsa. Saya yakin. Bukan bagi-bagi kursi atau yang lain," ujar Jazilul, Ahad.

Terkait kursi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin, ia menegaskan, PKB menyerahkan seluruh keputusan kepada Jokowi. "Tidak ada kekhawatiran itu karena soal menteri itu memang prerogatif Presiden,” ujar Jazilul.

Sementara itu, Gerindra mematangkan persiapan kemungkinan masuk dalam kabinet. Kader-kader yang dinilai berkompeten menempati kabinet disebut akan digodok dalam rapat kerja nasional (rakernas) partai pada 15 sampai 17 Oktober mendatang.

"Di situ kita juga baru akan declare secara internal, kalau kita masuk, siapa saja orang-orangnya, bidangnya apa saja," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta, Jumat (12/10).

Kabarnya, Partai Gerindra telah menyiapkan tiga nama calon menteri, yaitu Edhy Prabowo, Sandiaga Uno, dan Fadli Zon. Namun, Dasco menegaskan, itu akan dibahas dalam rakernas.

(nawir arsyad akbar ed: fitriyan zamzami)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement