REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan Polri meningkatkan kewaspadaan dalam prosedur pengamanan kunjungan pejabat tinggi, pascaterjadinya insiden penusukan tersangka teroris terhadap Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten. Polisi akan mengevaluasi sistem pengamanan.
"(Pengamanan) akan kami evaluasi," kata Brigjen Dedi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Namun demikian, peningkatan kewaspadaan itu tidak serta merta akan membatasi pejabat publik dalam berinteraksi dengan masyarakat. "Kalau untuk pejabat publik tidak bisa dibatasi untuk dekat dengan masyarakat," katanya.
Ia pun menegaskan Polri tidak kecolongan terkait adanya insiden penusukan Wiranto. Pasalnya, Polri dan TNI telah melaksanakan standar prosedur pengawalan yang semestinya.
"Tidak ada istilah kecolongan. Standar operasional prosedur pengamanan sudah dilaksanakan. Ada walpri (pengawal pribadi), ajudan, pengawal kendaraan roda dua, pengawal kendaraan roda empat, satu tim dari polsek, satu tim dari polda, satu regu dari Koramil, satu regu TNI AD," katanya.
Pada Kamis (10/10), terjadi insiden penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto saat kunjungan kerjanya ke Universitas Mathla'ul Anwar (Unma), Pandeglang, Banten.
Saat itu, Wiranto dan rombongan meninggalkan Kampus Unma menuju Lapangan Alun-alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, menggunakan mobil. Rencananya Wiranto akan kembali ke Jakarta menggunakan helikopter.
Saat Wiranto turun dari mobil untuk menuju ke helipad di Alun-alun Menes, tersangka Syahril Alamsyah alias Abu Rara menusuk perut Wiranto menggunakan pisau dan melukai dada kiri seorang warga bernama Haji Fuad.
Sementara istri Syahril, Fitri Andriana menyerang Kapolsek Menes Kompol Dariyanto menggunakan gunting sehingga membuat Dariyanto luka di punggungnya.