Jumat 11 Oct 2019 14:38 WIB

Polemik UAS, Guru Besar: UGM Penting Berada di Zona Netral

UGM dinilai sudah terbiasa mengelola kontroversi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Kampus Universitas Gadjah Mada
Foto: Republika/Musiron
Kampus Universitas Gadjah Mada

REPUBLIKA.CO.ID SLEMAN -- Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada, Prof Purwo Santoso menilai, banyak hal yang harus dijaga oleh UGM, termasuk martabat sebagai zona netral.

Menurutnya, UGM sebagai salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia dan memiliki banyak peran vital, salah satunya, sebagai tempat melerai kontroversi.

Baca Juga

"Sisi bagus dari kampus menjadi tempat melerasi kontroversi karena debat sama dengan olah raganya ilmuwan," kata Kepala Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM kepada Republika.co.id, Jumat (11/10).

Soal pro atau kontra pembatalan Ustaz Abdul Somad di Masjid Kampus UGM, ia melihat, memang terdapat dua pilihan. Pertama, menolak lalu tenang-tenang saja, walaupun kemudian akan mendapat cibiran orang-orang.

Kedua, lanjut Purwo, bisa dengan mengelola kegiatan-kegiatan itu secara ketat sebagai kegiatan keilmuwan. Meski, mengelola kontroversi sebagai kegiatan keilmuwan mungkin merepotkan.

Tapi, ia berpendapat, UGM sudah terbiasa mengelola kontroversi semacam itu. Purwo menekankan, hal penting dan jelas bisa dibicarakan, sehingga pokok-pokok kontroversi sudah diketahui sebelum orang-orang datang.

"Kalau kampus memang masih menjaga martabat sebagai zona netral, dalam pengertian semua argumen dihormati, tidak ada bullying, tidak ada indikasi politik, kampus justru bisa ditinggikan martabatnya," ujar Purwo.

Apalagi, ia menekankan, isu yang dibahas hari ini terbilang ada di ruang yang cukup licin. Sebab yang sedang berlangsung tahun-tahun terakhir politisasi agama mau tidak mau memang terjadi di Indonesia.

Bahkan, kedewasaan orang-orang beragama maupun kedewasaan orang-orang ilmiah bisa diukur dari sana. Karenanya, jika perguruan tinggi turut terhanyut dalam politisasi agama, masa depan Indonesia bisa suram.

"Karena kampus menjadi the last resort mengelola ketegangan yang ada dan dinginnya perdebatan akademik itu yang harus dijaga, dan panasnya politik itu dikelola dengan debat, kontroversi tapi terkelola," kata Purwo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement