Kamis 10 Oct 2019 16:39 WIB

Pengamat Nilai Hak Prerogatif Jokowi Sedang Diuji

Baik dari partai koalisi dan oposisi Jokowi menginginkan posisi menteri.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada 20 Oktober mendatang, partai dari oposisi dan koalisi pendukung Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan niatnya untuk mengisi kursi menteri periode 2019-2024. Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago menyebut bahwa di saat seperti ini hak prerogatif Jokowi akan diuji.

"Kini saatnya hak prerogatif presiden Jokowi diuji. Jokowi di periode kedua ini tidak boleh punya beban dan tersandera dalam mengangkat dan memilih menterinya secara merdeka," ujar Pangi saat dihubungi, Kamis (10/10).

Baca Juga

Jika Jokowi dapat tegas dengan pilihannya, ia dapat memilih menteri yang memiliki komitmen dan berintegritas dalam tugasnya lima tahun ke depan. Tanpa perlu memikirkan jatah kursi yang harus diberikan kepada partai pengusung atau oposisinya.

"Menteri yang dipilih harus memenuhi syarat utama, berintegritas, punya kapasitas, punya narasi besar, visioner, inovatif dan komunikatif berselancar dalam lintas rumpun kementerian," ujar Pangi.

Namun jika hal tersebut tak dilakukan, ia menilai bahwa kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin dipastikan 'gemuk'. Sebab, mantan Gubernur DKI Jakarta itu harus memikirkan jatah menteri yang akan didapatkan partai koalisi dan oposisi yang mendukungnya.

"Komposisi Kabinet Jokowi yang pasti Gemuk, Pak Jokowi sepertinya bakal menambah pos wakil menteri untuk mengakali, melakukan politik akomodasi dan kompromi menyenangkan partai pengusung utama," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu.

Terkait partai oposisi yang juga 'meminta' jatah menteri, ia menyarankan Jokowi untuk menolak hal tersebut. Sebab, peran oposisi tetap diperlukan untuk mengawasi dan mengkritisi kinerja pemerintah yang dianggap belum memuaskan.

"Saya pikir akan baik-baik saja (tidak memberi kursi menteri ke oposisi). Keberadaan Gerindra sebagai partai oposisi menjadi vitamin bagi pemerintah, karena ada yang mengontrol, mengingatkan," ujar Pangi.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai pendukung Jokowi-Ma'ruf menegaskan, bahwa sampai saat ini belum ada pembicaraan mengenai kabinet. "Komunikasi dengan para ketum koalisi sangat baik tapi setahu saya belum secara khusus masalah kabinet," kata Ketua DPP PKB Daniel Johan kepada Republika, Kamis (10/10).

Menurutnya, PKB saat ini masih menunggu hasil musyawarah antara Presiden Jokowi dengan seluruh ketua umum partai politik pendukung. Ia menganggap, pernyataan yang disampaikan Partai Gerindra soal kabinet bukanlah pernyataan resmi.

"Mereka kan bilang tidak, dari Gerindra-nya saja tidak harus masuk kabinet kok," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement